KETIK, JAKARTA – Budaya populer mengakar pada generasi Z atau Gen Z. Karakteristik generasi ini lekat dengan perkembangan zaman dan teknologi. Fokus mereka menjalani hidup tak jarang sangat berbeda jauh dengan generasi pendahulu.
Salah satu hobi Gen Z antara lain intens bermedia sosial. Melihat tontonan menarik maupun video singkat berdurasi 15 detik hingga 1 menit di TikTok. Meskipun, tayangan itu sebenarnya tidak penting, namun menarik.
"Gen Z memiliki kecenderungan tertarik untuk sekadar melihat cerita orang lain kendati tidak saling mengenal," kata Pengamat Politik, Tulus Sugiharto, Selasa (30/5/2023).
Ia mengungkapkan, budaya populer itu biasanya cepat muncul, tapi cepat juga turun. Misalnya, ada sekelompok anak muda, menjadikan trotoar atau tempat penyerangan jalan untuk mondar mandir bagaikan di catwalk. Kemudian itu dikenal sebagai Citayam Fashion Week.
Aksi itu viral di medsos, kemudian mengundang banyak sekali orang, bahkan selebriti ikut dalam kegiatan ini. Dampaknya tambah viral tapi juga membuat kemacetan lalu lintas di sekitarnya.
"Aksi di trotoar semacam ini sebenarnya juga dilakukan oleh group musik terkenal asal Korea Selatan, BTS," tandasnya.
Mereka membuat program BTS Performs a Concert in the Crosswalk bersama James Corden, seorang aktor, penulis, produser, komedian, pembawa acara televisi dan penyanyi asal Inggris. Salah satu program terkenal Corden antara lain James Corden Carpool Karaoke.
"Tidak tahu persis apakah Bonge cs terpengaruh oleh tayangan BTS yang “ngamen“ atau menjadikan jalan penyeberangan di lampu merah sebagai panggung mereka. Yang jelas BTS lebih dulu melakukannya ketimbang Bonge Cs," ujar Tulus membandingkan.
Ia menjelaskan, media sosial yang muncul karena teknologi media baru yang berbasis internet itu mampu menciptakan budaya populer, viral dengan cepat. Tapi bagaimana cara agar tetap di atas dan terus bertahan?
Tulus mengamati, industri hiburan Korea, K Pop atau drama korea atau drakor sangat serius mempersiapkan artis dan aktornya agar mereka tidak jatuh pada tren budaya populer, yang cepat naik dan kemudian dengan cepat turun.
BTS misalnya kini sudah 10 tahun berada di industri musik, mereka menjelma menjadi legend bahkan menjadi wakil Korea Selatan saat dalam Sidang Umum PBB September 2021.
Bahkan BTS menjadi tamu khusus Presiden AS Joe Biden pada 31 Mei 2022 lalu karena saat itu di Amerika tengah muncul fenomena kekerasan pada masyarakat Asia.
Suga BTS juga hadir di Jakarta 26- 28 Mei ini di Jakarta dan mendapatkan pengawalan 1000 personel gabungan.
Grup lainnya adalah Blackpink, mulai debut tahun 2016 tapi sebelum debut mereka direkrut dari beberapa negara bahkan melalui training selama lima tahun sebelum tampil di panggung.
Hal ini diungkap Blackpink dalam program Carpool Karaoke bersama James Gordon saat tampil di Jakarta 11-12 Maret lalu.
Tiket Blackpink telah terjual jauh sebelum pertunjukan. Hal yang sama juga terjadi pada group musik Coldplay yang tiketnya terjual habis dalam hitungan menit padahal baru akan hadir di Jakarta 15 November 2023 mendatang.
"Jadi seorang selebriti akan bertahan lama karena latihan yang bertahun-tahun, bukan karena populer karena sebuah momen yang cepat naik dan turun," ungkap Tulus.
Hal itu juga berlaku pada selebriti dunia politik. Budaya populer kini juga sudah cukup lama masuk ke dunia politik dan kini melibatkan pihak lain agar terus dianggap populer.
"Kalau saya meminjam istilah Bung Rizal Ramli (RR), pihak lain itu seperti BuzzerRP dan SurePay (lembaga Survei). Memang nampaknya cara seperti ini efektif menaikan seseorang menjadi kandidat pemimpin negara. Tapi jangan jangan, nasibnya cepat naik dan kemudian turun atau layu saat sedang mekar," ungkapnya menganalogikan.
Tulus mengatakan, Rizal Ramli bukanlah produk budaya populer politik. Karena sejak berumur 8 tahun sudah yatim piatu, sekolah di ITB (Institut Teknologi Bandung) dengan membiayai dirinya sendiri sebagai penerjemah.
Rizal juga ikut demonstrasi, di penjara, menyelesaikan kuliah di Amerika, kembali ke Indonesia dan menjadi menteri di dua presiden (Gus Dur dan Jokowi).
"Pada era Jokowi, Bung RR hanya menjabat selama satu tahun, dipecat karena mungkin jadi vokalis yang terlalu menguasai panggung," kata Tulus.
Rizal Ramli memang 'vokalis' perjuangan rakyat. Sederet 'lagunya' berjudul mempersoalkan Garuda, Masela, pipa dan bunker BBM, PLN dan ketimpangan. Ia bernyanyi seorang diri hingga dikeluarkan dari panggung, meski penonton menyukainya.
"Saat peringatan 25 tahun reformasi, Bung RR 'nyanyi' di depan puluhan orang dosen, aktivis dan lain-lain. Ada yang jaga? Ada sih, kabarnya tiga orang, yang diduga intel. Dear Gen Z, ayo dengar 'lagu-lagu' ekonomi dan politik Bung RR, mencerahkan pikiran dan jiwa," imbau Tulus.(*)