KETIK, HALMAHERA SELATAN – Meski debu dan kerikil memenuhi badan jalan di Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, semangat merayakan HUT ke-78 kemerdekaan Republik Indonesia tetap berjalan penuh riang sebagai wujud kecintaan terhadap bangsa dan negara.
Dengan kandungan alamnya nama Pulau Obi melangit bukan saja di dalam negeri, tapi mendunia dengan munculnya beberapa perusahan tambang yang mengelola nikel hingga saat ini.
Berbeda dengan sumber daya alamnya sebagian besar warga Pulau Obi masih jauh dari kata sejahterah.
Fakta ini dikemukakan Ketua Pemuda Pancasil Obi Budiman Safi dalam rilisnya pada Jumat (18/8/2023) Budi mengatakan, momentum 17 Agusutus merupakan kesempatan untuk menyuarakan suara kemerdekaan. Ia menganggap Pulau Obi belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah.
"Dengan momentum hari kemerdekaan republik Indonesia Pulau Obi tidak menjadi perhatian serius terkait pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, akses masyarakat yang rusak, berdebu, proyek pekerjaan jalan propinsi yang bermasalah," ujarnya.
Menurutnya tidak kalah penting adalah rencana relokasi Desa Kawasi yang menjadi yang program pemerintah daerah dan DPRD Halmahera Selatan yang terkesan tertutup ke publik.
Budi sebagai warga Obi mengaku bersedih melihat Pulau Obi. "Warga Obi ini nestapa, seperti terpuruk di tanah merdeka" katanya
Atas dasar anggapan ketidaktransparansinya DPRD Halamhera Selatan dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tersebut Budi menyeru akan menaikan bendera setengah tiang bersama warga Pulau Obi sebagai bentuk protes.
Budiman Safi bersama Imam Tua Desa Kawasi (Foto Budiman)
"Masyarakat Obi akan menaikan Bendera Merah Putih setengah tiang di Pulau Obi, lantaran disahkannya Ranperda oleh DPRD Halsel, yang tidak melibatkan masyarakat," tegas Budi.
Soal relokasi warga Desa Kawasi, Budi bertemu dengan tokoh agama desa setempat yang merupakan Imam Tua Masjid Desa Kawasi Dahmat Talaga. Dalam pertemuannya, Budi sampaikan pernyataan dari Dahmat Talaga.
"Torang (kami) tidak akan pindah di Ekovilige sana. Torang tidak mau pindah sebab Desa Kawasi adalah desa tertua dan desa bersejarah di Pulau Obi,"ujarnya.
Terkait isu yang mengatakan sudah 70 % masyarakat Kawasi ingin direlokasi itu tidak benar. "Sebaliknya baru beberapa orang saja termasuk keluarga Kapala desa," ungkap Imam Tua Masjid Desa Kawasi. (*)