KETIK, JEMBER – Wilayah Indonesia sudah dikenal rawan bencana gempa bumi, termasuk salah satunya Kabupaten Jember.
Salah satu daerah pesisir selatan di Kabupaten Jember sendiri disebut-sebut memiliki potensi yang tinggi akan terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami setinggi 18 meter.
Pasalnya, setelah bencana gempa bumi dan potensi tsunami terjadi, tak banyak waktu untuk menyelamatkan diri, yaitu sekitar 20 menit saja.
Menanggapi hal itu, BPBD Jember melalui BMKG mengajak berkolaborasi bersama dengan Pemerintah Kabupaten Jember untuk mengambil tindakan preventif agar tidak banyak memakan korban saat terjadi bencana dan masyarakat tanggap bencana.
Wujud dari kolaborasi tanggap bencana tersebut diadakan Sekolah Lapang Gempa Bumi yang digelar di UPT Pelabuhan Perikanan Pantai Puger, Kecamatan Puger.
Sekolah Lapang Gempa Bumi digelar selama dua hari pada Kamis (16/3/2023) hingga Jumat (17/3/2023). Serangkaian kegiatan yang akan dilakukan meliputi pemaparan materi dan simulasi tanggap bencana.
Peserta yang hadir sangat antusias dalam mengikuti serangkaian kegiatan tersebut, tak terkecuali para anak muda hingga orang tua.
Pembukaan Sekolah Lapang Gempa Bumi dihadiri oleh Bupati Jember Hendy Siswanto, Sekretaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno, Kepala BPBD Jember Sigit Akbari, Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Daryono, dan Kepala BMKG Nganjuk Sumber Harto.
Bupati Jember saat melihat peta wilayah yang berpotensi terdampak bencana (Foto: Humas Pemkab Jember)
Bupati Hendy menyatakan, edukasi dalam menghadapi bencana sangat diperlukan. Tujuannya agar menekan resiko tinggi akibat bencana. “Jadi perlu edukasi untuk menjadi kebiasan, merubah mindset dan pikiran masyarakat sepanjang pantai untuk mawas diri, mandiri bencana,” ujarnya.
Ia juga menambahkan kegiatan simulasi dan pelatihan akan melibatkan seluruh masyarakat yang berada di pesisir pantai. Serta akan melengkapi sarana umum dengan sirine penanda bencana, tak lain untuk menunjang simulasi yang akan dilakukan.
“Sekolah-sekolah, musholah-musholah, gereja, tempat-tempat ibadah nanti kita pasang sirine untuk latihan. Yang dibunyikan sebagai tanda alarm,” tambah Bupati Hendy.
Sementara itu, Sekretaris Utama BMKG Dwi Budi Sutrisno menyampaikan kegiatan Sekolah Lapang Gempa Bumi sebagai bentuk edukasi masyarakat setempat agar siaga dalam menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
“Edukasi penting sekali buat masyarakat, kita kan gak tahu tsunami terjadinya kapan. Yang saya takutkan kalau terjadi tsunami yang maksimum 8,7 (magnitudo) dengan yang disampaikan 18 meter (tsunami) kita harus siap,” terang pria berkacamata itu.(*)