KETIK, SURABAYA – Banyaknya kejadian kusta yang terjadi di Jawa Timur yang membuat tiga dosen Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Dr. dr. Handayani, M. Kes., Dr. dr. Wiwik Winarningsih, M.Kes, dan Azmi Alvian Gabriel, S. TP., M. P., MPM., MQM melakukan pengabdian masyarakat di bidang tersebut.
Ketiga dosen ini melakukan mengedukasi masyarakat Dusun Sumber Glagah, Desa Tanjung Kenongo, Pacet. Pengabdian ini dilakukan di kampung tersebut karena kampung tersebut dulunya untuk menampung penderita kusta agar mudah mendapat pengobatan di RS Kusta Sumber Glagah.
Pengabdian masyarakat ini bersumber pada pendanaan hibah dari Direktorat Riset, Teknologi dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tahun 2023.
"Banyaknya penderita yang sudah sembuh dari penyakit kusta namun mengalami cacat tubuh sulit mendapatkan pekerjaan, sehingga diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat agar mereka bisa hidup mandiri," ucap Handayani, Sabtu (7/10/2023).
Handayani mengatakan Dusun Sumber Glagah, Desa Tanjung Kenongo, Pacet akan menjadi Kampung Siaga Kusta. "Kami melakukan program ini kerjasama dengan salah satu dosen dari program studi Teknologi Pangan UISI (Universitas Internasional Semen Indonesia) dan juga dibantu oleh rumah sakit yaitu RSK (Rumah Sakit Kusta) Sumberglagah," ungkapnya.
Handayani mengatakan pengabdian ini melakukan penyuluhan tentang penyakit kusta pada anak SD, lomba menulis karangan bebas dari siswa SD, penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Selain itu berbagi pengalaman pada penderita kusta, pelatihan kader siaga kusta untuk pembuatan makanan yang tinggi protein dari bahan lokal ikan lele.
"Ada juga pelatihan pembuatan minuman herbal untuk meningkatkan imunitas, serta melakukan pembentukan posko siaga kusta dan pembentukan kader siaga kusta," ucapnya.
Peserta diberi pelatihan untuk mengenali dan melakukan deteksi dini seseorang yang menderita penyakit kusta. Selain itu, juga bagaimana melakukan pendampingan kepada penderita serta keluarga.
"Dengan adanya kader yang sudah dilatih ini nantinya masyarakat yang tertular akan lebih dini untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan, dengan demikian mencegah terjadinya kecacatan yang menetap," ujar Handayani. (*)