KETIK, SIDOARJO – Berkali-kali Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Sidoarjo menegaskan pentingnya netralitas aparat pemerintah dalam Pemilu 2024. Namun, masih saja terjadi tindakan aparat pemerintah yang dinilai rawan melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satunya, kepala desa (Kades).
Belum tuntas proses terhadap Kades Tarik, Kecamatan Tarik, Sidoarjo. Kades berinisial IF itu dinilai memfasilitasi Tim Kampanye Daerah (TKD) Capres 02. Kasusnya sudah ditangani Bawaslu Sidoarjo. Bahkan, berkasnya telah dilimpahkan ke Polresta Sidoarjo.
Nah, dalam sepekan terakhir, beredar video tentang pernyataan kepala desa tentang dukungan untuk salah satu pasangan capres-cawapres. Video itu memperlihatkan 12 kepala desa menyatakan dukungan Nderek Bupati Nderek Kiai. Mereka adalah para Kades di Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Kuat dugaan deklarasi itu mengarah pada dukungan untuk Bupati Sidoarjo yang mendukung Capres-Cawapres Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.
Para Kades itu mengenakan seragam dinas berwarna cokelat saat menyatakan dukungan Nderek Bupati, Nderek Kiai.
"Kami, kepala desa Kecamatan Buduran Nderek Kiai, Nderek Bupati, Dukung 02 sekali putaran," ucap mereka serempak.
Belum diketahui video berdurasi 13 detik tersebut dibuat oleh siapa, kapan, dan di mana. Namun, video itu telah beredar viral di Sidoarjo. Banyak pihak bertanya-tanya. Mengapa belasan Kades itu begitu berani melakukannya.
Kemarin, Senin (12/2/2024), Komunitas Kawal Pemilu Jurdil Sidoarjo melaporkan tindakan para Kades yang terlibat pernyataan dukungan itu ke Bawaslu Sidoarjo. Laporan diterima petugas Bawaslu Sidoarjo di kantor Bawaslu Sidoarjo Jalan Pahlawan.
Komunitas Kawal Pemilu Jurdil melaporkan video pernyataan para Kades yang mendukung capres-cawapres. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
“Kami menilai video para Kades ini merupakan rangkaian deklarasi Santri Nderek Kiai,” ungkap Husein, perwakilan Komunitas Kawal Pemilu Jurdil Sidoarjo.
Husein menyatakan yakin diksi dalam kalimat Nderek Bupati itu mengarah kepada Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor.
“Kami menengarai bupati di situ adalah Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali. Kami juga menduga ada penggunaan kekuasan," tegasnya.
Hariadi Siregar, perwakilan lain Komunitas Kawal Pemilu Jurdil Sidoarjo mendorong Bawaslu untuk segera memanggil Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor. Sekaligus memintai keterangan Camat Buduran dan
12 Kades yang ada dalam video tersebut
"Kami minta segera dipanggil oleh Bawaslu Sidoarjo,” ujarnya.
Hariadi menegaskan, semua elemen masyarakat di Sidoarjo sangat ingin Pemilu 2024 ini berjalan jujur dan adil (jurdil). Karena itu, semua pihak terkait yang terlibat harus segera dipanggil Bawaslu Sidoarjo. Mereka diduga telah melakukan tindak pidana pemilu.
“Yang muncul ke publik memang hanya Kades di Buduran. Tidak tertutup kemungkinan terjadi hal yang sama dengan Kades-Kades di kecamatan lain,” ungkap Hariadi
Dia mengajak masyarakat untuk memberikan support kepada Bawaslu Sidoarjo supaya bisa menegakkan aturan UU Pemilu.
“Bawaslu harus berani menjatuhkan sanksi terhadap yang betul-betul keluar dari peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Belum ada yang bisa dikonfirmasi atau memberikan keterangan tentang video para Kades tersebut dari pihak Bupati Sidoarjo. Benarkah kalimat Nderek Bupati itu benar-benar ditujukan kepada Bupati Gus Muhdlor.
Kades Siwalanpanji, Buduran, Achmad Khoiron membenarkan dirinya memang ikut serta dalam video tersebut. Dia mengatakan sudah lupa kapan dan di mana pembuatan video tersebut.
"Spontan habis arisan. Lupa. Sudah lama," katanya.
Khoiron menegaskan video tersebut dibuat tanpa ada tujuan tertentu. Lebih-lebih berniat melakukan kampanye. Video itu hanya untuk internal grup kalangan kepala desa.
"Saya tidak tahu siapa yang menyebarkan," tegasnya.
Menanggapi laporan itu, Ketua Bawaslu Sidoarjo Agung Nugraha menyatakan lembaganya akan mendalami dan mengumpulkan bahan dan keterangan terkait sebelum nanti diambil keputusan.
“Karena ini tadi ada syarat formil dan materil yang belum sempurna ya kita akan lakukan inisiatif. Akan kami jadikan informasi awal. Untuk informasi awal kita punya batasan maksimal 7 hari kerja untuk memutuskan akan dijadikan temuan atau tidak,” jelas Agung. (*).