KETIK, SURABAYA – Kasus anak mengalami gagal ginjal dan harus cuci darah, salah satunya diduga akibat makanan dan minuman instant.
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim M Said Utomo menegaskan, untuk meminimalisasi kasus ini, perlu melibatkan peran beberapa pihak agar makanan dan minuman yang dikonsumsi anak itu tidak berbahaya.
Seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai perwakilan pemerintah, konsumen serta produsen untuk mematuhi undang-undang perlindungan konsumen.
"Peran dari masyarakat yang teliti dan memperhatikan komposisi dari makanan serta minuman yang sangat penting," jelas M.Said Sutomo saat dihubungi Ketik.co.id, Kamis (8/8/2024).
Said menjelaskan selain peran dari pemerintah dan masyarakat, kepatuhan pelaku usaha seperti produsen, agen dan pedagang pengecer terhadap undang-undang perlindungan konsumen.
"Salah satu kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan usaha dengan kewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai jaminan barang yang dia jual agar konsumen tidak tertipu," ucapnya.
Dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 49 tahun 2024 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen (Stranas PK), Pasal 4 ditegaskan ada 3 pilar perlindungan konsumen seperti pilar pertama peranan efektif pemerintah mulai pusat, provinsi, kabupaten dan kota.
"Sedangkan pilar kedua adalah, peranan keberdayaan konsumen, teliti sebelum membeli dan waspada sebelum terpedaya. Pilar ketiga adalah kepatuhan pelaku usaha," ujar Said.
Said menjelaskan salah satu kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam menjalankan usaha dengan kewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang maupun jasa yang ditawarkan.
"Jika hal ini dilanggar oleh pelaku usaha maka pelaku usaha yang melanggar dapat diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda setinggi-tingginya Rp2 miliar," tegasnya.
"Dalam pasal 63 undang-undang perlindungan konsumen, pelaku usaha yang melanggar bisa dicabut izin usahanya," pungkas Said. (*)