KETIK, JAKARTA – Peringatan Darurat Indonesia dengan sImbol Garuda Biru menggemparkan negeri ini sejak Rabu siang (21/8/2024).
Menampilkan gambar lambang negara garuda Indonesia berwarna biru yang dibuat sederhana bak tampilan komputer zaman dahulu, pesan yang ingin disampaikan adalah menyelamatkan negara dari sisi paling dasar alias fundamental. Dan itu ditangkap masyarakat dengan baik hingga viral saat ini.
Ini gerakan seruan keprihatinan yang berawal dan tersebar di media sosial. Gerakan itu mengajak masyarakat peduli dengan berbagai isu yang beberapa hari ini dianggap mengancam nilai-nilai fundamental bangsa.
Simbol Garuda Pancasila dengan latar belakang biru disertai tulisan "Peringatan Darurat" merepresentasikan keresahan publik terhadap darutat demokrasi, keadilan, dan kebebasan di Indonesia. Berikut Penjelasan Gerakan Darurat Indonesia Garuda Biru.
Isu-Isu yang Diangkan pada Peringatan Darurat Garuda Biru
-
Polemik Putusan MK vs Revisi UU Pilkada: Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat partai politik mengikuti Pemilu dan revisi UU Pilkada yang dianggap kontroversial menjadi salah satu pemicu munculnya peringatan ini.
- Isu-isu Korupsi dan Penegakan Hukum: Kasus-kasus korupsi besar dan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum juga menjadi latar belakang kekhawatiran yang diwakili oleh peringatan ini.
- Kebebasan Berekspresi dan Demokrasi: Pembatasan kebebasan berekspresi dan tindakan represif terhadap aktivis dan pengkritik pemerintah juga menjadi perhatian yang diangkat oleh peringatan ini.
Peristiwa-Peristiwa Terkait Seruan Darurat Garuda Biru
Peringatan darurat tersebut muncul nyaris bersamaan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait isu-isu penting itu.
Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR mengadakan rapat pada Rabu, 21 Agustus 2024, untuk membahas Revisi Undang-Undang Pilkada bersama pemerintah dan DPD.
Rapat kerja Baleg ini bertujuan untuk membahas RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (RUU Pilkada).
Dalam rapat tersebut, Baleg DPR menyetujui revisi UU Pilkada, termasuk perubahan batas usia untuk mencalonkan diri dalam Pilkada.
Baleg memutuskan untuk mengacu pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 yang dikeluarkan pada 29 Mei 2024. Putusan itu mengubah syarat usia calon kepala daerah dengan menetapkan bahwa calon gubernur dan wakil gubernur harus berusia minimal 30 tahun pada saat dilantik.
Keputusan kontroversial lainnya dari Baleg DPR adalah mengenai syarat pencalonan oleh partai yang memiliki kursi di DPR RI dan partai non-parlemen yang membatalkan keputusan MK terkait syarat dan ambang batas pencalonan di Pilkada.
Ketentuan yang dibatalkan MK itu adalah aturan partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mencalonkan kandidat hanya jika memiliki 20 persen dari jumlah kursi atau 25 persen suara sah dalam pemilihan umum DPRD.
Keputusan pembatalan putusan MK oleh Baleg DPR RI ini menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat Indonesia karena dianggap sebagai upaya untuk menghalangi keputusan MK yang meniadakan ambang batas tersebut. (*)