KETIK, SURABAYA – Surabaya Children Crisis Center (SCCC) mengungkap dugaan kekerasan anak di shelter aman yang dikelola Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya ke polisi. Diduga penyiksaan itu dilakukan oleh oknum anggota Linmas (Perlindungan Masyarakat) berinisial BG.
Sulkhan Alif Fauzi Ketua Surabaya Children Crisis Center (SCCC) menyebut, kekerasan dialami korban berinisial RPR (17) remaja laki-laki yang dititipkan ke shelter atau rumah aman yang dikelola Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya. Ia dititipkan sejak 25 Februari 2023 lalu usai diamankan Polsek Karangpilang sehari sebelumnya karena tindak pidana pencurian.
“Di shelter tersebut, anak ini (RPR) diduga mengalami kekerasan yang dilakukan seorang oknum anggota Linmas yang sedang bertugas,” katanya melalui keterangan resmi SCCC, Kamis (2/3/2023).
Menyikapi hal tersebut, gerak cepat Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memecat BG, oknum penjaga shelter UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB).
Eri Cahyadi menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Inspektorat telah memanggil oknum yang terlibat dalam kejadian tersebut.
“Jadi soal oknum petugas shelter itu kemarin sudah dilakukan pemeriksaan, dan diberikan sanksi yang berat. Kebetulan, itu petugas shelter yang bukan dari pegawai negeri, sehingga kita sanksi, kita pecat, dan kita keluarkan sebagai petugas shelter,” kata Wali Kota Eri, Jumat (3/3/2023).
Eri ingin oknum petugas shelter ini dihukum sesuai aturan yang berlaku meskipun telah dipecat sebagai tenaga kontrak petugas shelter di lingkungan pemkot.
“Sanksi beratnya kita keluarkan. Namun hukum harus tetap berjalan, pemecatannya mulai dari kemarin, satu orang diperiksa," papar Eri.
Tindak tegas ini merupakan bagian dari komitmen pemkot dalam menjaga kenyamanan dan keamanan Kota Surabaya ke depannya. Selain itu, tindak tegas ini juga untuk menghindari adanya prasangka buruk atau fitnah, sehingga membuat suasana Kota Surabaya tidak kondusif.
“Baik itu kekerasan, atau pungli, dan lain sebagainya, ayo kita buktikan. Akan tetapi jangan dengan dugaan atau fitnah, kalau ada bukti ayo berikan sanksi yang berat. Tapi kalau tidak terbukti, jangan sampai timbul prasangka buruk sehingga suasana Surabaya tidak kondusif,” jelasnya.
Mengenai SOP yang ada di dalam shelter, Eri juga menjelaskan yang pertama adalah, petugas petugas shelter wajib menjaga, memastikan penghuni di dalam shelter dalam kondisi baik. Yang kedua, petugas wajib menjaga agar ABH tidak keluar dari tempat shelter.
“Kalau dia melakukan kekerasan dan memperlakukan hal tidak benar, artinya tidak menjalankan SOP-nya. Tetapi saya ingatkan, tidak semua penjaga (petugas shelter, Red) di shelter melakukan seperti itu. Kalau satu, dua orang itu adalah oknum, seharusnya tidak merusak apa yang sudah kita bentuk ini," ujar Eri Cahyadi.
Wali Kota Surabaya juga memastikan mengenai kondisi korban dipastikan keadaan membaik dan akan terus dilakukan pendampingan serta pemulihan.
“Karena lebih baik seperti ini, dikoreksi dari orang luar untuk memberikan masukan dan informasi, karena itu saya nyuwun tolong (minta tolong, Red) kepada warga Surabaya untuk terus mengawasi, memberikan yang terbaik untuk pembangunan kota ini. Saya harap ke depannya bisa tercipta birokrasi yang solutif dan andal sesuai dengan aturan perundangan,” sebutnya. (*)