KETIK, SIDOARJO – Menjadi seorang wakil rakyat, H Dhamroni Chudlori MSi benar-benar harus membagi waktu, pikiran, dan perhatian. Mereka yang miskin dan papa perlu perlindungan seorang anggota dewan.
Senin (7/8/2023) siang, Dhamroni tengah sibuk di ruang kerjanya. Ruang komisi A DPRD Kabupaten Sidoarjo. Surat-surat bertumpuk. Data-data bahan rapat badan anggaran menunggu diperiksa dan dianalisa.
Sebuah panggilan masuk. Seorang relawan dari Kecamatan Krembung menelepon anggota DPRD Sidoarjo asal Desa Kepadangan, Kecamatan Tulangan, tersebut.
”Pak Dewan, ini ada warga saya yang butuh pertolongan,” kata Weni, seorang relawan perempuan asal Dusun Mlaten, Desa Wonomlati, Kecamatan Krembung, Sidoarjo.
Lewat sambungan selular, Weni bercerita singkat tentang lima perempuan tetangganya yang hidup kekurangan. Mereka adalah Mudrikah (72 tahun), Liliek Maisaroh (64), Sundus Mariana (58), Lilia Isabela (55), dan Endang (50).
Lima wanita paruhbaya itu tinggal di sebuah rumah yang sangat memprihatinkan. Lantainya tanah. Tembok tanpa disemen. Atap tanpa plafon. Kamarnya tidak berpintu. Sempit pula. Itu pun mereka hanya dipinjami seorang anggota polisi yang berhati mulia. Karena tidak mampu membayar sewa lagi.
Rumah keluarga miskin yang dihuni lima wanita di Dusun Mlaten, Desa Wonomlati, Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo, pada Senin (7/8/2023). Dua di antaranya menderita gangguan jiwa. (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
”Yang cari uang cuma satu. Harus menghidupi empat saudaranya,” kata Weni.
”Apa yang dibutuhkan, Mbak Weni,” kata Dhamroni.
”Ya banyak Pak Dewan. Kebutuhan sehari-hari. Mereka juga nggak punya KTP,” tambah Weni.
”Baik, Mbak, saya ke sana ya,” ungkap lelaki yang menjabat ketua Komisi A dan anggota Badan Anggaran DPRD Sidoarjo itu.
Dhamroni segera merapikan kertas-kertas di meja. Lalu, menuju mobilnya, dan berangkat ke Desa Wonomlati. Selama perjalanan, legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sidoarjo itu mengontak Kepala Puskesmas Krembung dr Djoko Setijono, tenaga kesehatan puskesmas, dan kader kesehatan. Juga, meminta tolong Weni agar mengontak ketua RT di kampung itu.
Sekitar 30 menit kemudian, sampailah Dhamroni di alamat yang dituju. Sebuah rumah berpintu dan berjendela kayu bekas. Tanpa meja dan kursi. Hanya karung-karung plastik dan perabotan bekas yang terlihat tersandar di tembok. Jemuran bergelantungan di kawat.
Seorang perempuan tua tengah tiduran di amben bambu. Dikepung barang-barang rongsokan. Dia bernama Mudrikah. Perempuan 72 tahun itu menderita diabetes. Kata adiknya, Lilia Isabela, kaki kanan Mudrikah terpaksa diamputasi karena penyakitnya sudah parah. Dia tidak bisa ke mana-mana lagi.
Dhamroni lantas duduk di samping Mudrikah. Menanyakan kondisinya sekarang.
”Begini Pak kondisinya. Cuma bisa duduk dan tidur saja,” ungkap Lilia, si adik.
”Terus saudara yang lain di mana,” tanya Dhamroni lagi.
Lilia pun menjelaskan, sehari-hari mereka tinggal berlima. Kebetulan hari itu, adiknya yang ketiga, Liliek, sedang mencari uang. Untuk memberi makan saudara-saudaranya.
Lalu, di mana dua saudaranya yang lain? Inilah yang mengoyak rasa iba. Mereka berdua menderita sakit jiwa. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Sudah bertahun-tahun seperti itu. Namanya Sundus Mariana dan Endang. Mereka berdua jarang keluar. Cuma berdiam diri di kamar.
Dhamroni diantar Lilia melihat ke kamar. Dia menyapa Sundus. Tidak ada jawaban. Hanya ada TV kecil. Rupanya, Sundus tengah menonton sinetron. Dia lalu menoleh sebentar, lalu kembali menonton TV.
Sain Hariyanto, ketua RT di tempat tinggal lima Perempuan bersaudara, itu mengatakan bahwa warganya itu dulunya anak orang kaya bernama H Mukhsin, asal Kabupaten Nganjuk. Dia pengusaha ekspor-impor. Dari semula kaya raya, H Mukhsin mengalami kebangkrutan. Usahanya kolaps. Dia meninggal. Begitu pula sang istri, Musamikatun.
Mereka lalu pindah-pindah tempat tinggal. Dari satu kota ke kota lain. Yang dia dengar, kali terakhir mereka tinggal di Kejapanan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan.
Namun, di sana kehadiran keluarga itu kurang mendapatkan tempat. Macam-macam alasannya. Hebatnya, mereka selalu bersama. Ke mana pun pindah rumah. Mereka pun terdampar di Krembung, Sidoarjo.
”Kalau saya di sini, sudahlah kita terima saja. Mau siapa lagi yang bisa menerima mereka,” ungkap Sain.
Dia tak sampai hati. Sebagai ketua RT, lelaki 67 tahun itu tetap memperhatikan dan mengayomi masyarakatnya di RT, 3 RW 2, Dusun Mlaten, Desa Wonomlati. Lebih-lebih keluarga janda itu tergolong menderita. Untunglah sudah ada sedikit bantuan dari pemerintah untuk meringankan beban hidup sehari-hari.
Dhamroni lalu keluar dan mengambil bahan makanan. Dia juga menawarkan diri untuk menguruskan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Sidoarjo untuk Sundus dan Endang. Tujuannya, jika suatu saat butuh surat untuk berobat, lebih mudah mengurusnya.
Damroni segera mengontak Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Sidoarjo Redi Kusuma. Minta bantuan agar KTP Sundus dan Endang diuruskan. Tapi, caranya sedang dicari. Sebab, bukan hal mudah menguruskan KTP orang yang mengalami gangguan jiwa.
Bagaimana membujuk dua warga yang ODGJ agar mau ke kantor kecamatan atau dispendukcapil. Maukah mereka duduk diam dan anteng ikut perekaman foto e-KTP. Didatangi ke rumah saja, mereka belum tentu mau.
”Padahal, KTP ini sangat penting. Untuk keperluan adminsitrasi kebutuhan apa pun. Baik bantuan sosial maupun penanganan kesehatan,” ujarnya.
Setelah itu, Damroni juga melakukan komunikasi dengan BPJS Kesehatan Sidoarjo untuk memastikan status Kartu Indonesia Sehat (KIS) keluarga miskin itu. Ternyata, kartu KIS tidak aktif karena dinonaktifkan dari kementerian.
Dhamroni berharap masalah-masalah sosial seperti ini bisa diselesaikan bersama-sama. Kesulitan warga miskin cepat teratasi bila ada gotong-royong siapa saja. Pemerintah dan masyarakat saling mendukung. Lebih-lebih tetangga yang peduli.
”Ini panggilan hati kita untuk berbuat kebaikan bagi masyarakat Sidoarjo,” ungkapnya.
Dhamroni pun pamit. Lilia dan Mudrikah berkali-kali mengucapkan terima kasih. Mereka minta maaf karena tidak bisa menyuguhkan apa-apa.
"Terima kasih, Pak Dhamroni. Semoga selalu diberkahi rezekinya," kata Lilia Isabella. (*)