KETIK, JAKARTA – Aksi kudeta terjadi di Gabon, negara kaya minyak yang berada di wilayah Afrika Tengah. Perebutan kekuasan dilakukan oleh perwira militer dan menjadikan Presiden Ali Bongo sebagai tahanan rumah.
Ali Bongo dikudeta setelah memenangkan pemilu Gabon untuk ketiga kalinya. Pria 64 tahun tersebut kembali terpilih setelah meraih 64,27 persen suara.
Tidak hanya Ali Bongo yang ditangkap dalam aksi kudeta. Perwira militer juga menahan Noureddin Bongo Valentin, putra Ali Bongo sekaligus penasihat presiden.
Aksi kudeta yang terjadi di Gabon memunculkan reaksi dari dunia internasional. Sejumlah negara menyampaikan sikapnya terkait perebutan kekuasan di negara yang berbatasan dengan Kamerun tersebut.
Salah satunya adalah Pemerintah Prancis yang mengutuk keras aksi kudeta tersebut. Prancis memiliki hubungan diplomatik yang cukup erat dengan Gabon, termasuk di bidang militer.
“Prancis mengutuk kudeta militer yang sedang berlangsung di Gabon dan memantau dengan cermat perkembangan di negara tersebut," ungkap juru bicara Pemerintah Prancis, Olivier Veran dikutip dari Aljazeera pada Kamis (31/8/2023).
Sementara pemerintah Amerika Serikat mengaku prihatin atas aksi kudeta yang terjadi di Gabon. Gedung Putih menegaskan akan mengawasi dengan cermat kejadian tersebut.
"Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk mendukung gagasan cita-cita demokrasi yang diungkapkan oleh masyarakat Afrika," terang juru bicara keamanan nasional Gedung Putih, John Kirby.
Menteri Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan bahwa Moskow telah menerima laporan terkait situasi di Gabon. Kremlin akan terus mengikuti perkembangan kudeta.
"Kami terus memantau dengan cermat perkembangan situasi dan berharap situasi ini dapat stabil dengan cepat," jelas Zakharova.(*)