KETIK, MALANG – Akademisi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), Wawan Shobari menjelaskan cara menangkal berita hoaks menjelang tahun politik 2024 nanti. Salah satunya ialah dengan mengundang Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden berdialog langsung di tiap perguruan tinggi.
Hal tersebut diungkapkan Wawan Shobari saat hadir dalam dialog mengenai Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kota Malang pada Selasa (7/11/2023).
"Justru misalnya ketika Capres-Cawapres datang ke kampus, dia berbicara dan berdiskusi secara langsung, itu justru jauh lebih tepat dibandingkan dengan (masyarakat) menerima berita-berita yang dipotong dan diedit," ujarnya kepada awak media.
Pernyataan tersebut didasarkan pada kondisi persebaran informasi yang sangat cepat tanpa dilandasi dengan literasi digital di masyarakat. Masyarakat lebih mudah mempercayai berita yang tersebar di media sosial tanpa memahami konteks.
"Sekarang itu informasi tangan pertama paling penting ketika di dunia ini banyak sekali distorsi informasi. Di mana banyak video yang dipotong, kemudian diambil yang kontroversial saja, nah itu kan bahaya," jelasnya.
Upaya bagi kampus untuk mengundang pasangan Capres dan Cawapres tentu akan ramai diperbincangkan. Terutama perihal netralitas dari perguruan tinggi tersebut.
Untuk itu kampus harus dapat berperilaku adil kepada setiap pasang calon. Salah satunya dengan memberikan kesempatan yang sama bagi setiap calon.
"Lebih baik mengundang semua kandidat. Artinya penting bahwa kita harus adil kepada siapapun. Baik itu Caleg, Capres, Cawapres, maupun itu partai. Jadi misalkan kampus-kampus di Malang ini menghadirkan, menurut saya justru menarik," lanjut Wawan.
Wawan juga menyoroti adanya Rektor yang menjadi tim sukses salah satu Capres dan Cawapres. Menurutnya hal tersebut sah-sah saja mengingat saat ini netralitas lebih ditekankan kepada pihak ASN.
"Netralitas itu baru diberlakukan pada ASN, sementara swasta tidak ada. Jadi menurut saya sah-sah saja. Kalau kemudian pembelajarannya sudah mengarah ke tendensi individu, menjadi sangat tidak objektif ilmiah, itu menurut saya yang tidak tepat. Sebaiknya semua berhak diberi kesempatan oleh kampus untuk berdialog. Sekarang ini menilai para calon kalau tidak dari programnya, dari apa," ungkapnya.(*)