KETIK, PACITAN – Harga kakao kering di Kabupaten Pacitan stabil diangka Rp95 ribu per kilogram. Setiap bulannya, petani lokal mampu memanen hingga puluhan ton.
Tak ayal, kini kakao kian molek jadi komoditas penyokong ekonomi warga.
Di Desa Wonoanti, Kecamatan Tulakan misalnya, terdapat sekitar 15 hektar tanaman kakao yang tersebar di empat dari enam dusun, yakni Dusun Krajan, Duren, Ngunut, dan Bulih.
Rata-rata tanaman kakao ditanam di pekarangan rumah warga, beberapa juga ada di lahan khusus. Hampir setiap kepala keluarga (KK) setempat menanam itu.
“Karena kakao inikan salah satu tanaman yang berbuah terus, tidak kenal musim. Apalagi, kondisi kontur tanah dan lokasi lahan disini dataran tinggi dan sangat berpengaruh terhadap hasil panen," terang petani kakao setempat, Miswanto, Kamis, 17 Oktober 2024.
Miswanto mengaku, dari sejumlah lahan tersebut petani setempat mampu memanen hingga puluhan ton dalam sebulan.
"Itu dua ton sudah jadi biji kakao kering dan siap diolah. Kalau puluhan ton kakao mentah per bulan Insyaallah ada," bebernya.
Sejatinya, tanaman kakao sudah dikembangkan sejak lama, namun baru mulai menggencarkan pengembangannya sejak tahun 2014 dengan menyuplai bibit kakao.
“Sejak tahun 2014, pemerintah membantu suplai bibit kakao. Pada tahun 2023, ada tambahan 16 ribu bibit,” jelasnya.
Saat itu, pemerintah juga secara berkala memberikan pelatihan kepada para petani kakao, seperti sekolah lapangan untuk pengendalian hama terpadu dan pelatihan perawatan kakao.
Ditanya soal tantangan yang dihadapi petani kakao, Miswanto mengelukan adanya serangan hama hewan, seperti lalat buah, tupai, dan luwak.
“Hama buah busuk, tupai, dan luwak sering menjadi masalah. Jadi, buah yang matang harus segera dipanen dan ranting yang tumbuh harus dipangkas,” ujarnya.
Petani harus ekstra telaten dalam merawat tanaman dan segera memanen buah yang sudah matang.
Faktor Penyebab Harga Kakao Melonjak
Terpisah, Veri Arianto, petani kakao asal Desa Katipugal, Kecamatan Kebonagung, mengungkapkan kondisi terkait harga jual kakao di Pacitan yang terbilang tinggi.
Menurut Veri, faktor cuaca ekstrem di beberapa negara produsen kakao menjadi salah satu alasan stabilnya harga komoditas tersebut di tingkat yang tinggi.
"Kalau kakao itu, harganya di PT Cargill Indonesia biasanya mengambil bahan dari luar negeri. Nah, momen ini, karena di sana cuacanya panas, jadi pohon kakao di sana tidak terlalu produktif," jelas Veri kepada Ketik.co.id
Akibat dari situasi tersebut, Indonesia kini menjadi salah satu negara yang menggenjot produksi kakao untuk memenuhi kebutuhan pasar global.
"Makanya sekarang di Indonesia kakao digencarkan, jadi harganya stabil dari bulan April 2024 harganya tinggi antara Rp80-95 ribu per kilogram. Bahkan di Sulawesi kabarnya bisa mencapai Rp150 ribu," tambahnya.
Veri juga mengungkapkan bahwa penjualan kakao dari Kecamatan Kebonagung berjalan lancar. Salah satu rute distribusinya adalah melalui pengepul di Desa Gawang, yang kemudian dipasarkan ke Kota Semarang.
Lebih lanjut, ia memaparkan jumlah petani kakao di Kecamatan Kebonagung yang saat ini terlibat aktif dalam pembudidayaan kakao di wilayah setempat.
"Di Kecamatan Kebonagung, ada 9 orang petani kakao yang tergabung dalam klaster program YESS. Empat di antaranya dari Desa Gembuk dan lima dari Desa Gawang. Pada tahun 2023, mereka sempat diberangkatkan magang ke Sulawesi untuk belajar budidaya kakao," tandas Veri. (*)