KETIK, JEMBER – Sempat ramai jadi perbincangan di media sosial, sebuah video yang menunjukkan seorang ayah membonceng anak perempuannya yang mengenakan pakaian terbuka berkeliling di wilayah Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember.
Muncul narasi yang menduga jika sang ayah tengah ‘menjajakan’ anak kandungnya sebagai pekerja seks komersial (PSK). Namun, dugaan tersebut dipastikan tidak benar.
Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Jember menyatakan tidak ada bukti maupun saksi yang akurat terhadap informasi adanya bapak menjual anak yang mengalami keterbelakangan mental sebagai PSK.
Kepala Liposos Jember Roni Efendi, mengatakan pihaknya telah melakukan asesmen kepada keluarganya. Diketahui sang bapak SD (75) dan anaknya AT (25) merupakan warga kurang mampu penerima program Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Roni menjelaskan, ketika dilakukan penelusuran kepada warga sekitar, tidak ada yang membenarkan bahwa sang bapak menjual anaknya. Hanya memang sering nongkrong di pinggir jalan serta kebiasaan AT suka berdandan.
“Hal itu salah, dan dia tidak dijual. Hanya nongkrong-nongkrong di pinggir jalan saja. Isu yang berkembang dari netizen dia dijual seharga Rp 20-30 ribu, sampai hari ini, saksi yang memiliki bukti video atau menyaksikan sendiri belum ada. Hanya berdasarkan katanya,” urainya.
Keduanya, bapak dan anak tinggal di rumah tidak layak huni. Dinsos berupaya melakukan evakuasi kepada dua orang tersebut. Karena akan merenovasi tempat tinggalnya dan melakukan rehabilitasi kepada AT.
Namun, asesmen awal mereka tidak berkenan. Tidak berhenti di sana, Dinsos melalui perangkat desa setempat terus melakukan upaya pendekatan agar mereka dapat dievakuasi ke Liposos.
“Kasus ini menjadi atensi Sentra Mahatmia Bali. Keduanya akan dievakuasi, namun yang menjadi prioritas adalah AT karena masih muda. Kalau ayahnya juga mau kita evakuasi berdua dengan anaknya nantinya akan ditempatkan di ruang berbeda,” tutur Roni.
Senada, Pj Kesehatan Jiwa Puskesmas setempat, Ali Winoto membenarkan terkait gangguan kejiwaan yang dialami AT. Namun pihaknya belum bisa mendiagnosis sebab tidak bisa berkomunikasi dengan yang bersangkutan.
Dua kali pihaknya mendatangi kediaman ayah dan anak itu, tetap saja tidak berkenan membukakan pintu.
Setelah ditelusuri lebih jauh, lanjut Ali, alasan AT mengenakan busana terbuka dan berdandan adalah karena sering mendapat ejekan dari tetangganya.
“Selalu dibonceng bapaknya, dengan pakaian terbuka karena sering diejek jelek oleh tetangganya,” katanya saat dikonfirmasi terpisah.
Dugaan AT dijual oleh sang ayah seperti yang sedang ramai diperbincangkan juga dibantahnya.
“Saya mengikuti beberapa kali. Anak ini cuma diajak muter-muter sama orang tuanya, bukan untuk dijual. Saya juga klarifikasi ke tetangga, dan mereka juga mengatakan hal yang sama,” tutupnya.(*)