KETIK, MALANG – Proses revitalisasi Alun-Alun Tugu Kota Malang kini mencapai tahap akhir. Deretan lampu hias berwarna hijau dan kuning keemasan serupa lampu-lampu yang ada di Malioboro, Yogyakarta sudah lama menjadi sorotan.
Sebelum terpasang di Alun-Alun Tugu, lampu tersebut lebih dahulu menghiasi Koridor Kayutangan Heritage. Saat ini pun area Jalan Besar Ijen tak luput dari pemasangan lampu-lampu hias tersebut.
Di samping itu, Kota Malang sendiri telah menjadikan nuansa heritage sebagai daya tarik wisatanya. Hal tersebut dilatarbelakangi sejarah Kota Malang yang lama diduduki oleh Pemerintah Belanda sebelum Indonesia Merdeka.
Arsitektur dari Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Budi Fathoni turut menyoroti pengadaan tiang-tiang lampu tersebut.
“Malioboro biarlah Malioboro, dilihat dari geografis, sejarah dan budaya tidak sama. Yogyakarta punya keraton sedangkan Kota Malang tidak punya,” ujar Budi saat dihubungi pada Kamis (5/10/2023).
Menurutnya setiap daerah memiliki lokal wisdom masing-masing. Antara Kota Malang dan Yogyakarta memiliki latar belakang sosial, budaya, dan sejarah yang berbeda.
Warna hijau dan kuning keemasan memiliki makna dan filosofi tersendiri bagi Yogyakarta yang berlatarbelakang keraton. Sedangkan Kota Malang lebih dikenal dengan warna birunya, berkat adanya klub sepak bola Arema FC.
Jika Kota Malang ingin menonjolkan sisi heritage, warna yang menjadi rujukan bukanlah hijau dan kuning keemasan seperti tiang lampu, ataupun warna biru kebanggaan Arema. Warna yang sesuai agar mendapatkan kesan heritage ialah nuansa hitam dan putih.
"Warna itu ciri khas local wisdom, selama ornamennya sama justru mengaburkan nilai historisnya. Jangan sampai Kota Malang kehilangan jati diri historisnya. Jika ingin menonjolkan kesan heritage kasih nuansa warna hitam dan putih," lanjut pemerhati Cagar Budaya itu.
Ia menyayangkan poyek pemasangan lampu-lampu tersebut dilakukan tanpa mengerti proses dan sejarah yang ada di Kota Malang. Di masa kolonial, Kota Malang dirancang oleh perencana tata kota bernama Thomas Karsten. Perencanaan tata kota tersebut sudah didasarkan pada kondisi geografis dan sosial masyarakat.
"Wajah Kota Malang kan wajah kolonial, ya sudah kolonial saja konsepnya. Perabot jalannya mulai dari tempat duduk sampai penerangan jalan seharusnya ornamen-ornamen kolonial. Ketika lampu-lampu penerangan jalan menggunakan desain Malioboro, yang merekomendasi siapa,” serunya.
Budi menunjukkan bahwa tiang lampu yang mempertahankan kesan heritage sampai saat ini ada di Jembatan Majapahit dan Jembatan Kahuripan. Tiang lampu berbahan besi tersebut memiliki bentuk bertingkat tipikal art deco.
"Coba lihat tiang penerangan di Jembatan Kahuripan dan Jembatan Majapahit. Di sana masih sesuai dengan konsep heritage Kota Malang ala jaman Belanda. Artinya pengusul dan pemerintah tidak teliti, ingin cari identitas tanpa dasar filosofis yang benar," ujarnya.(*)