KETIK, MALANG – Universitas Widyagama Malang telah menjalin kerjasama dengan Ombudsman Republik Indonesia (RI). Dari hasil kerjasama tersebut, diperoleh usulan membentuk Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bertugas melakukan pengawasan terhadap aduan layanan publik.
Menurut Rektor Universitas Widyagama Malang, Dr. Agus Tugas Sudjianto, hal tersebut untuk mengurangi jarak antara masyarakat dengan Ombudsman. Mengingat saat ini Ombudsman hanya sampai pada tingkat provinsi.
"Ketua Ombudsman RI menyarankan itu supaya rantai pengaduan tidak terlalu jauh. Untuk itu perguruan tinggi diminta dapat berperan di dalamnya. Beliau menyarankan dibentuk suatu unit kegiatan mahasiswa untuk pengawasan aduan layanan publik," terang Agus usai kegiatan Diskusi Publik bersama Ketua Ombudsman RI pada Sabtu (17/6/2023).
UKM tersebut akan disinergikan dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Dengan demikian, dosen dan mahasiswa terlibat langsung dalam pengawasan pelayanan dan persoalan yang terjadi pada perangkat desa.
"Dosen, mahasiswa, sesuai dengan bidangnya akan terjun ke desa. Seperti untuk mahasiswa hukum yang nanti tergabung dalam UKM ini akan melihat apakah ada mal di kegiatan kebijakan yang yang terjadi di desa-desa yang akan kita dampingi," lanjutnya.
Diskusi publik Universitas Widyagama dan Ketua Ombudsman RI, M. Najih. (Foto: Lutfia/Ketik.co.id)
Agus menambahkan bahwa program ini lebih diarahkan pada mahasiswa dari Fakultas Hukum (FH) maupun Magister Hukum. Kendati demikian, mahasiswa dari fakultas lain tetap dapat bergabung sesuai dengan program studi masing-masing.
"Ini lebih ke keterlibatan mahasiswa dari FH atau magister hukum. Untuk mahasiswa hukum bisa membuat UKM tersebut sehingga fakultas lain bisa bergabung dan membantu dalam implementasi kegiatan sesuai dengan program studi," tutur Agus.
Di samping itu, Ketua Ombudsman RI, M. Najih menyampaikan, kehadirannya di Universitas Widyagama juga untuk sosialisasi peran dan fungsi Ombudsman dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
Mengingat penyelenggaraan pelayanan oublik bukan hanya kewajiban pemerintah pusat maupun daerah saja, namun sampai di tingkat desa.
"Kita ingin memberikan pemahaman kepada perangkat desa bahwa pelayanan publik itu harus melekat pada diri seorang perangkat desa. Sebab mereka sebagai penyelenggara pelayanan yang otentik, sehingga harus mempunyai jiwa melayani masyarakat," tuturnya.
Ia menambahkan bahwa kolaborasi antara perangkat desa dengan perguruan tinggi menjadi kunci dari perwujudan inovasi peningkatan pelayanan publik di tingkat desa.
Ia meminta supaya perangkat desa tidak sungkan mencari inovasi dari kalangan akademisi untuk diterapkan pada pelayanan terhadap masyarakat.
"Saya mendorong perangkat desa untuk kolaborasi, jangan sungkan cari inovasi dari kampus dan dibawa ke desa. Bagaimana melahirkan birokrasi yang lincah dan cepat, itu tantangan perangkat desa untuk mewujudkan pelayanan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," imbuhnya. (*)