KETIK, JAKARTA – Ada bukti kuat "kelompok sabotase" Rusia meledakkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan bendungan Kakhovka di Ukraina Selatan. Hal itu dijelaskan Dinas Keamanan Ukraina (SBU) pada Jumat (9/6/2023).
"Dengan meledakkan bendungan HPP Kakhovskaya, Federasi Rusia secara definitif membuktikan bahwa itu adalah ancaman bagi seluruh peradaban dunia," kata kepala SBU Vasyl Malyuk dalam sebuah pernyataannya kepada jurnalis.
"Tugas kami mengadili tidak hanya para pemimpin rezim Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi juga para pelaku kejahatan biasa," tambahnya dilansir The Guardian.
SBU mengunggah klip audio berdurasi satu setengah menit di saluran Telegramnya tentang percakapan yang diduga menampilkan dua pria, yang tampaknya sedang mendiskusikan dampak dari bencana dalam bahasa Rusia.
"Penyadapan oleh SBU menegaskan bahwa PLTA Kakhovskaya diledakkan oleh kelompok sabotase penjajah," tutur SBU.
Namun percakapan tersebut tidak dapat memverifikasi rekaman tersebut secara independen. Rusia, yang menuduh Kyiv menghancurkan bendungan itu, juga tidak segera mengomentari isi percakapan terkait.
"Mereka (Ukraina) tidak menyerang. Itu adalah kelompok sabotase kami. Mereka ingin, seperti, menakut-nakuti (orang) dengan bendungan itu," kata salah satu pria dalam rekaman itu, yang digambarkan oleh SBU sebagai tentara Rusia.
"Itu tidak berjalan sesuai rencana, dan (mereka melakukan) lebih dari yang mereka rencanakan," lanjut sumber tersebut.
Pria itu juga mengatakan "ribuan" hewan telah dibunuh di "taman safari" di hilir sebagai akibatnya.
Orang lain di telepon itu juga mengungkapkan keterkejutannya atas pernyataan tentara bahwa pasukan Rusia, yang menduduki bendungan setelah invasi besar-besaran Rusia pada Februari 2022, telah menghancurkan PLTA dan bendungan.
Bendungan Kakhovka yang hancur pada Selasa (6/6/2023) menyebabkan banjir massal, memaksa ribuan penduduk mengungsi dan mendatangkan malapetaka lingkungan.
Ratusan warga Ukraina diselamatkan dari atap rumah di daerah banjir pada Kamis. Gubernur wilayah selatan Kherson mengatakan sekitar 600 kilometer persegi, atau 230 mil persegi, wilayah itu terendam air. (*)