KETIK, JEMBER – Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember kembali mengukuhkan guru besar yang ke-21. Guru besar yang dikukuhkan pada Kamis (23/11/2023) adalah Prof Nur Solikin di Gedung Kuliah Terpadu.
Prof Nur Solikin merupakan guru besar dalam bidang Ilmu Sosiologi Hukum Islam, dalam pengukuhannya menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Living Hukum Islam di Indonesia: Telaah Sosiologi Hukum Islam Dalam Kontestasi, Genealogi, dan Transformasi".
Dalam gagasannya, ia menyatakan bahwa hukum Islam yang diterapkan di Indonesia sudah mulai diterima oleh masyarakat. Meskipun Indonesia merupakan negara yang memiliki keberagaman suku, budaya, agama dan ras, namun mayoritas penduduk Indonesia merupakan umat muslim.
“Saya melihat bahwa hukum Islam dinilai lebih efektif bagi umatnya. Dalam konteks keadilan, saya rasa lebih pada hukum Islam daripada hukum positif. Karena dalam hukum Islam keadilan itu dirasakan di tengah masyarakat,” jelas alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Living Hukum Islam adalah hukum yang hidup di tengah masyarakat. Perlu diperhatikan dan diapresiasi, sambungnya, sehingga ke depan hukum Indonesia bisa lebih baik dan komprehensif.
Dirinya mencontohkan hukum yang diterapkan di Amerika Kontinental dengan menekankan pada rasa keadilan. “Law in action, bukan law in book. Sehingga di Amerika terkenal dengan yurisprudensi (serangkaian putusan hukum) yang produktif, mobilitas hukum mengikuti perkembangan masyarakatnya,” paparnya.
Sementara, Rektor UIN KHAS Jember, Prof Hepni membeberkan jika saat ini perguruan tinggi yang dipimpinnya memiliki 22 guru besar. “Hari ini yang dikukuhkan ke-21. Yang satu lagi nanti pengukuhannya kami agendakan di lain waktu,” jelasnya usai acara.
Menurutnya, dengan bertambahnya guru besar di lingkungan akademika UIN KHAS Jember secara tidak langsung akan berdampak terhadap kualitas pola pikir mahasiswa.
“Selain akreditas yang baik, akan berdampak kepada wawasan keilmuan. Yang disampaikan oleh dosen adalah konsep baru dan temuan terkini dari riset mereka,” tutur Hepni.
Tentunya, para guru besar memiliki tanggung jawab untuk terhadap hasil karya ilmiah atau teori baru atas pemikirannya. “Untuk memberikan kebermanfaatan kepada masyarakat,” pungkasnya.(*)