KETIK, SURABAYA – Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki ideologi Pancasila. Ideologi ini sebagai kumpulan nilai-nilai atau norma berdasarkan sila pancasila.
Pancasila disebut sebagai ideologi pemersatu bangsa, karena bangsa Indonesia hidup dalam keberagaman mulai dari agama, suku, ras, budaya dan bahasa.
Berangkat dari hal tersebut, dialog kebangsaan bertajuk “Pancasila sebagai Ideologi Pemersatu Bangsa” diselengarakan untuk mengingatkan masyaarkat pentingnya menjaga pancasila.
Acara yang digelar di Gedung Negara Grahadi, Kantor Pemprov Jatim, Sabtu (14/1/2023) dihadiri oleh beberapa tokoh penting. Di antaranya adalah Gubernur Jawa timur Khofifah Indar Parawansa, Menkopolhukam Mahfud MD, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Kanjeng Ratu GKR Hemas, Pangdam V/Brawijaya Mayjend TNI Farid Makruf, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Slamet Hadi Supraptoyo, Ketua Gerakan Peradaban Indonesia H. Ahmad Zaini, Rektor Unitomo sekaligus Ketua Pelaksana Dr. Siti Marwiyah, jajaran Deputi Menkopolhukam RI, pimpinan Pondok Pesantren di Jatim, serta beberapa Ka. OPD Pemprov Jatim.
Pemilihan Jawa Timur sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan. Dari data yang dirilis oleh Kementerian Agama RI menyebut, Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) Jawa Timur pada tahun 2021 menembus angka 77,8 persen.
Capaian itu menempatkan Jatim sebagai provinsi dengan Indeks KUB tertinggi se-Pulau Jawa. Angka tersebut bahkan tercatat lebih tinggi dari capaian nasional yang berada pada angka 72,9 persen.
Menko Polhukam Mahfud MD saat menyampaikan materi ( Foto: Husni Habib/Ketik.co.id)
Masih dari data yang sama, posisi kedua setelah Jatim ditempati Provinsi D.I Yogyakarta dengan 77,1 persen, Jawa Tengah 77 persen, Jawa Barat 72,7 persen, DKI Jakarta 72,2 persen dan Banten 69,6 persen.
Atas capaian tersebut, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam sambutan pada Dialog Kebangsaan tersebut menyampaikan, bahwa ini merupakan hasil dari sinergitas, kolaborasi, gotong royong dan tepo seliro yang terjalin di seluruh elemen di Jatim.
"Kami bersyukur bahwa Indeks KUB Jatim pada 2021 berdasarkan data Kemenag RI 77,8 persen. Sedangkan nasional adalah 72,9 persen," ungkap Gubernur Khofifah.
Di akhir, Gubernur Khofifah juga menyampaikan terima kasih atas terpilihnya Jawa Timur sebagai tuan rumah penyelenggaraan Dialog Kebangsaan kali ini. Secara khusus, dirinya menyebut acara ini sebagai booster nasionalisme.
"Terima kasih atas dipilihnya Gedung Negara Grahadi untuk membangun Dialog Kebangsaan. Ini adalah bentuk booster nasionalisme dan Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Dimana, kita akan mendengar banyak pikiran strategis yang memiliki makna kuat bagi kehidupan kebangsaan kita," jelasnya.
Sementara itu Menkopolhukam Mahfud MD yang juga turut hadir sebagai keynote mengatakan, dari berbagai studi menyebutkan pada tahun 2023 ini akan terjadi itu perfect storm atau bencana ekonomi yang luar biasa. Yakni resesi ekonomi yang mengakibatkan inflasi dan deflasi di hampir semua negara di dunia.
“Bila Bangsa Indonesia tidak setangguh dan sekuat seperti masa perjuangan Tahun 1945, maka kita bisa ikut terkena imbasnya dari bencana ekonomi. Apalagi saat ini di International Monetary Fund (IMF) sudah ada 16 negara yang harus mendapat bantuan dana dan ada 30 negara lagi antre untuk mendapat bantuan. Artinya ini serius, kita akan berusaha agar tidak antre di situ,” katanya
Dalam situasi ini, Mahfud menegaskan, Indonesia harus kembali ke Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Jangan sampai warga bangsa saling mencari selamat sendiri-sendiri berdasar ikatan primordial masing-masing dan ingin saling mendominasi.
Sementara, hadir khusus sebagai narasumber pada diskusi panel Dialog Kebangsaan, Gubernur D.I.Y Sri Sultan Hamengkubuwono X menegaskan, dalam Pancasila terkandung Bhineka Tunggal Ika yang dijamin oleh konstitusi. Untuk itu, ketika ada masalah perlu diingat bahwa sesama anak bangsa, harus saling menghargai karena kemajemukan itu sudah luluh dalam Kebhinekaan.
Sri Sultan Hamengkubuwono X berdialog bersama para tokoh (Foto: Husni Habib/Ketik.co.id)
Dirinya mengingatkan bahwa tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia di masa depan sangat luar biasa. Sehingga, diperlukan pemimpin sekaligus generasi di masa depan bisa menatap tegas ke depan, tanpa menoleh ke belakang.
"Harapan saya jangan hanya mengatakan Bhineka Tunggal Ika adalah lambang negara, tetapi harus kita aplikasikan menjadi strategi integrasi bangsa. Itulah pilihan kita untuk berbangsa dan bernegara," tegasnya. (*)