KETIK, SURABAYA – Berdasarkan data BPS, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kota Surabaya pada tahun 2023 masih berkisar di 6,76 persen. Angka ini masih jauh di atas angka TPT Jawa Timur yang sebesar 4,88 persen.
Ketua Pusat Studi Ilmu Ekonomi FEB Unesa, Hendry Cahyono mengatakan tingginya angka pengangguran di Kota Surabaya tidak bisa lepas dari efek pandemi Covid-19 yang sempat melanda Indonesia beberapa waktu lalu.
Sebagai pusat ekonomi dan keuangan di Jawa Timur diperlukan kerja sama antar banyak pihak dalam mengurangi angka pengangguran di Kota Surabaya. Salah satunya tentu dari pihak swasta yang merupakan salah satu pasar tenaga kerja.
"Sebelum Covid-19 angka TPT Surabaya kan pernah 5,76 persen. Hingga akhirnya sekarang naik 6,76 persen, jadi memang efek pandemi bisa dibilang masih terasa," jelas Hendry kepada Ketik.co.id.
"Untuk mengurangi pengangguran tidak hanya dari pemerintah, karena ini kan makro ekonomi. Sehingga diperlukan dari swasta juga untuk menyerap tenaga kerja," imbuhnya.
Lebih lanjut, dirinya menambahkan dalam pengurangan angka pengangguran Pemkot Surabaya harusnya bisa mengukur antara dana yang digunakan dan hasil yang akan didapatkan.
Apalagi dalam pengurangan angka pengangguran dana yang dikucurkan pemerintah tidak hanya untuk Dinas Tenaga Kerja saja, tetapi juga dinas lainnya yang masih berhubungan dengan tenaga kerja.
"Jadi gini pemerintah harusnya bisa membuat estimasi, misal tahun 2024 dana untuk mengurangi pengangguran itu dinaikkan Rp100 miliar bisa diestimasi pengurangannya nanti berapa persen," tambahnya.
"Estimasi ini dapat dilakukan karena Pemkot kan punya datanya, apalagi ini berhubungan dengan angka-angka pasti bisa dibuat estimasi terkait hasil yang akan dicapai," sambungnya.
Jika memang terkait dana yang dikucurkan sudah cukup besar, akan tetapi hasilnya masih belum maksimal tentu harus ada evaluasi. Karena hal ini berkaitan dengan kebijakan publik maka hasilnya harus efektif, efisien dan terukur.
Apalagi dalam hal pengangguran tidak melulu terkait ketersediaan lapangan pekerjaan, tetapi keberadaan infrastruktur yang mendukung juga sangat penting. Hal ini akan mengundang banyak investor untuk datang, yang nantinya juga berujung pada pembukaan lapangan kerja baru.
"Kalau memang hasilnya belum maksimal, harus ada evaluasi. Apakah programnya yang kurang tepat atau dananya perlu ditambah, itu harusnya bisa diukur," paparnya.
"Belum lagi keberadaan infrastruktur pendukung juga sangat penting untuk menciptakan iklim investasi yang baik, sehingga nantinya akan banyak lapangan kerja terbuka," pungkasnya.(*)