KETIK, TUBAN – Kasus pengembangan Mal Malang Lestari (GML) oleh PT Graha Mapan Lestari (GML) yang mengalami kepailitan terus berlanjut.
Setelah keberatan yang dilayangkan para user atas unit apartemen dan kondotelnya yang dilelang, kali ini pemegang saham untuk kedua kalinya menggugat GML.
Pemegang saham GML yang menggugat Tim Kurator dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Malang selaku pengembang MCP tersebut adalah PT Nusa Capital Indonesia (NCI) yang memiliki saham sebanyak 49.740 lembar di PT GML.
Kuasa Hukum PT NCI, Ahmad Imam Santoso, menyebutkan bahwa pihaknya telah menggugat PT GML ke Pengadilan Negeri (PN) Niaga Surabaya atas dasar fakta hukum yang dinilai adanya kecacatan serta berpotensi merugikan PT NCI dan merugikan para Kreditur.
"Dalam proses kepailitan ada yang janggal. Klien kami tentu mendapatkan dampak kerugian atas kepailitan ini," ujar Imam, Selasa, 1 Oktober 2024.
Menurut Imam, kliennya sempat mengajukan tagihan pada saat PKPU diterima, Namun, setelah GML dinyatakan pailit 2021 silam, pengajuan tagihan sebesar Rp10 miliar ditolak dan dalam putusan pailit tak diakui.
"Kita pernah mengajukan tagihan dalam proses verifikasi hutang Rp10 miliar di Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diakui, tapi dalam putusan pailit tak diakui dan pengajuan kami ditolak (oleh kurator dan PT GML)," imbuhnya.
Selanjutnya, dalam proses kepailitan pihak pemegang saham, yakni NCI tidak pernah diberikan informasi apapun hingga akhirnya muncul dalam pelelangan pertama pasca pailit.
"Klien kami juga tidak diberitahukan berapa nilai limit atau nilai likuidasi aset yang dimiliki oleh PT GML," sambungnya
Di sisi lain, Pelelangan seluruh asset GML, mulai Mal MCP, Hotel, Kondotel, Apartemen telah berjalan untuk keempat kalinya.
Dalam proses lelang, saat ini belum juga laku, nilai lelang tidak pernah mencapai nilai pasar Rp326.752.764.000 dan nilai likuidasi sebesar Rp228.726.934.000.
"Aset yang dimiliki PT GML pernah dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik Mushofah Mono Igfirly dengan pasaran Rp300 miliar lebih, tapi proses kepailitan sampai sekarang tidak pernah menyentuh angka itu dan sangat berpotensi merugikan," jelasnya.
Diketahui, pelelangan aset yang sudah berjalan lima kali, tidak pernah menyentuh harga pasar. Di lelang awal, senilai Rp170 miliar, lelang kedua turun Rp136 miliar, lalu lelang ketiga naik menjadi Rp144 miliar.
Kemudian,.lelang keempat berjalan di bulan November 2023 ini, nilainya turun drastis menjadi Rp86 miliar. Lelang kelima, rencana dilaksanakan 4 Oktober tahun ini senilai Rp87 Milyar.
"Sedangkan nilai lelang kelima ini Rp87 miliar. Di sini ada kejanggalan dalam menetapkan nilai aset. Di mana nilai tagihan yang bahkan untuk BTN (kreditur sparatis) saja tidak mencukupi, apalagi untuk klien kami," tegasnya.
Selama mengalami kepailitan, PT GML dinilai sangat tertutup kepada pihak pemegang saham soal laporan rutin bulanan ataupun tahunan.
Bahkan, beberapa waktu lalu sejak kepailitan, kurator PT GML sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemilik kondotel dan apartemen, namun pihak pemegang saham tak pernah diberitahu.
"Soal kepailitan ini klien kami tidak pernah diundang. Kita tidak tahu info penambahan penerbitan saham dan lainnya," imbuhnya.
Ia juga menyebut, dengan adanya kecacatan soal proses penilaian aset dalam lelang ini, bukan hanya pemegang saham saja yang dirugikan, melainkan seluruh kreditur PT GML.
Maka, PT NCI selaku pemegang saham menggugat tim Kurator dan KPKNL Malang dengan tujuan agar tagihan Rp10 miliar dapat diakui oleh kurator PT GML dan meminta agar pelelangan kelima dibatalkan serta ke depanya nilai lelang harus sesuai nilai jasa penilaian pertama.
"Harusnya nilai lelang sesuai nilai pasar Rp300 miliar. Seharusnya kan harga semakin naik, tapi ini terus menurun. Kalau begini, para kreditur akan dirugikan dan beban tagihan tidak akan tertutup," tutupnya.(*)