KETIK, SIDOARJO – Nasib Rafka Aditya bak ironi di tengah kemegahan Kota Delta. Dengan APBD sekitar Rp 5 triliun, ada anak yang tidak pernah sekolah hingga usia 10 tahun. Sama sekali. Seperti tidak ada yang tahu. Para legislator PKB pun bergerak cepat. Ketua DPRD Sidoarjo H Usman langsung turun tangan.
”Kita ini kecolongan,” ungkap lelaki kelahiran 18 Agustus 1963 itu saat mendatangi rumah Aditya di Desa Tulangan RT 2 RW 4, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo. Rumah itu terselip di dalam gang. Terasnya yang sempit tertutup tirai bambu.
Aditya tinggal bersama ibu dan kakaknya. Dwi Novianti, (42) dan Eka Satriya Putra (17). Sang ayah berpisah sejak keduanya masih kecil. Usman datang bersama legislator PKB H Rizza Ali Faizin. Ada juga Damroni Chudori.
Mereka hanya ditemui Satriya. Novi (panggilan Novia) dan Aditya sedang keluar rumah. Satriya pun keluar rumah untuk mencari ibu dan adiknya. Saat itulah datang rombongan Badan Amil Zakat (Baznas) Sidoarjo.
Usman lalu bertanya panjang lebar tentang peran Baznas saat membantu keluarga Novi sejak sebelum Ramadan lalu. Di antaranya, berusaha membantu Novi modal untuk cari nafkah berdagang sayur-mayur.
Usman juga memperoleh informasi tentang kondisi Aditya. Di antaranya, bocah itu belum bisa membaca dan menulis sama sekali. Media belajar baca tulis tertempel di dinding rumah. Latin maupun Arab. Rupanya, sehari-hari Novi juga berusaha mengajari putranya baca tulis. Tapi, usahanya belum berhasil. Padahal, anak seusia dia seharusnya sudah kelas III sekolah dasar.
Aditya lebih suka main HP. Terus hampir sepanjang hari. Karena itu bagian matanya agak menghitam. Tamu-tamu melihatnya dengan prihatin. Meski, dia tetap terlihat ceria seperti layaknya anak-anak.”Ada anak usia kelas III belum sekolah. Lingkungan harus peduli,” ungkap Usman.
Salah satunya, kepedulian itu ditunjukkan dengan perhatian kepada para janda yang mungkin mengalami kesulitan hidup seperti Novi. Peduli janda itu jangan diartikan negatifnya. Harus dilihat sisi positifnya. Dilihat kondisi ekonomi keluarganya. Dicarikan solusi yang tepat agar ekonominya terangkat.
Satriya (kiri) menerima ijazah Mts dari Baznas disaksikan H Usman di rumahnya Desa Tulangan, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo, Kamis (15/6/2023). (Foto: Fathur Roziq/Ketik.co.id)
Melihat kondisi Aditya, Usman juga menekankan pentingnya penanganan secara komprehensif. Tidak hanya tak mampu baca-tulis. Aditya juga tidak lepas dari ponsel. Ternyata, anak janda beranak dua itu memang tidak bisa sekolah karena kekurangan biaya. Puskemas diminta memperhatikan kondisi itu.
Dia meminta Aditya diberi terapi dulu untuk mengatasi ketergantungan main ponsel terus-menerus. Kemudian, diatasi kesulitan biaya sekolahnya. ”Jangan sampai di Sidoarjo ini ada anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya,” ungkap legislator asal Sedati tersebut.
Tak lama kemudian, Novi dan Aditya muncul. Begitu datang, Aditya duduk di samping Usman. Bocah itu tidak terlihat takut. Malah mendekat. Usman pun bertanya.
”Aditya ingin jadi apa cita-citanya?”
”Jadi polisi,” jawab bocah itu lugas.
”Kalau ingin jadi polisi, harus sekolah ya,” pesan Usman.
Aditya pun menjawab cepat,” Iya.”
Usman memberi tahu bahwa Aditya sudah disiapi sepatu, tas, dan baju seragam. Bahkan, kalau perlu sepeda untuk ke sekolah, akan disiapkan juga. Semuanya akan dikirim. Tentu saja Novi dan Aditya senang bukan main. Dengan mata berkaca-kaca, Novi mengucapkan terima kasihnya.
”Terima kasih, Pak. Kami memang tidak punya apa-apa. Sepeda motor juga kami pinjam untuk ke puskesmas tadi,” ucapnya.
Usman menanggapinya. Dia bilang kalau ada kebutuhan untuk anak-anak sekolah, silakan disampaikan. Bagaimana caranya anak-anak harus sekolah. Kepada Aditya, Usman berpesan sekali lagi. ”Jangan main HP terus ya. Harus sekolah. Kalau mamanya tidak punya uang, nanti telpon saya,” ungkapnya sambil mengelus kepala Aditya.
”Aku wis pingin sekolah,” ungkap bocah itu saat ditanya bagaimana perasaannya.
Ijazah Ditahan Sekolah
Ada satu persoalan lagi yang dihadapi keluarga Novi. Apa itu? Ijazah Satriya, kakak Aditya, ternyata tak diberikan oleh sekolahnya. Sebuah madrasah tsanawiyah di Tulangan. Dia menunggak biaya sekolah hingga Rp 7.300.000 selama belajar di sekolah itu. Ijazah remaja 17 tahun tersebut ditahan hingga dia kelas II SMK.
Masalah itu pun diselesaikan. Baznas Sidoarjo membantu melunasi tunggakan tersebut bersama pihak sekolah. Dan, ijazah akhirnya diserahkan kepada Baznas. Kemudian Baznas memberikannya langsung kepada Satriya.
Bagaimana perasaan Novi? Perempuan itu pun tak kuasa menahan kegembiraan. Dia mengaku sangat senang. Masalah pendidikan anak-anak sudah teratasi.
”Alhamdulillah. Terima kasih Pak sudah dibantu. Sekarang saya sudah tidak banyak pikiran lagi,” ungkapnya. (*)