KETIK, PALEMBANG – Awal bulan September menjadi hari-hari terpanas yang dirasakan oleh masyarakat Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), khususnya warga Kota Palembang.
Cuaca terik yang terjadi di pertengahan musim kemarau ini kembali tercatat sebagai cuaca panas ekstrem dengan rata-rata suhu perharinya mencapai lebih dari 35 derajat Celsius.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel mencatat, selama bulan Agustus 2024, suhu tertinggi di Kota Palembang tercatat mencapai 34,8 derajat Celsius.
Namun, dari tanggal 1 sampai 4 September 2024, suhu tertinggi di Kota Palembang mengalami peningkatan hingga menyentuh angka 36,2 derajat Celsius.
Mengenai suhu ekstrem ini, Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Siswanto Fauzi menjelaskan, secara meteorologi, suhu cuaca yang melebihi 35 derajat Celsius sudah melebihi ambang batas normal suhu rata-rata di musim kemarau.
“Suhu udara yang terasa cukup gerah atau panas ini terekam di waktu menjelang siang hari sampai jam 3 sore,” tutur Siswanto, Rabu 4 September 2024.
SIswanto menjelaskan, cuaca panas ini terjadi karena adanya gerak semu matahari yang bergerak dari belahan bumi utara menuju belahan bumi selatan, yang mana pada bulan September matahari melintasi garis khatulistiwa.
Berdasarkan letak geografisnya, Siswanto menambahkan, provinsi Sumsel khususnya Kota Palembang merupakan daerah yang dekat dengan garis khatulistiwa. Hal tersebut menyebabkan suhu udara di Provinsi Sumsel mengalami kenaikan secara signifikan.
“Kebetulan Sumsel ini kan tidak jauh berada dari garis khatulistiwa. Artinya, inilah yang menyebabkan cuaca jadi lebih panas, karena matahari sedang berada lebih dekat dengan daerah kita,” kata dia.
Selain itu, cuaca panas juga semakin terasa karena kelembapan udara di musim kemarau ini relatif rendah. Siswanto menerangkan, kelembapan udara yang rendah berpengaruh pada pertumbuhan awan konvektif yang menjadi berkurang.
“Minimnya pertumbuhan awan-awan ini menyebabkan sinar matahari ini langsung mengenai permukaan, tidak ada tabir penghalangnya. Itulah yang menyebabkan suhu di Kota Palembang menjadi sangat panas,” jelasnya.
Meski demikian, ia menyebut anomali cuaca panas yang terjadi pada musim kemarau ini masih terbilang normal dan tidak separah seperti yang dibayangkan.
Siswanto pun menambahkan, perkiraan suhu ekstrem ini akan terus berlanjut sampai dasarian I atau sepuluh hari pertama di bulan September 2024.
Ia mengimbau masyarakat Kota Palembang untuk mengurangi aktivitas di luar ruangan dan sebisa mungkin memakai pelindung kulit untuk mengurangi paparan sinar matahari jika harus beraktivitas di luar ruangan.
Selain itu, dia juga menekankan masyarakat untuk menjaga kadar cairan tubuh dengan banyak mengonsumsi air putih agar tidak terjadi dehidrasi.
“Kalau memang aktivitasnya harus di luar ruangan ya sebisa mungkin harus memakai pelindung kulit kita dari sinar matahari, karena memang begitu panas sekaligus mengurangi risiko penyakit akibat paparan sinar matahari penuh,” lanjut Siswanto.
Cuaca ekstrem dan bencana karhutla
Cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini juga berkaitan dengan bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang melanda di beberapa wilayah tanah gambut di Sumsel.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Sistem Peringatan Dini Kebakaran Hutan dan Lahan (Spartan), Siswanto menyebutkan, cuaca panas serta curah hujan rendah menyebabkan lahan-lahan gambut di wilayah Sumsel menjadi kering dan rentan terbakar.
Siswanto menggarisbawahi bahwa bencana karhutla yang setiap tahunnya terjadi di Sumsel berkaitan dengan aktivitas manusia yang memanfaatkan musim kemarau untuk membuka lahan.
“Saya pikir kalau bencana karhutla ini tidak mungkin terjadi sendiri ya, seperti misalnya gara-gara gesekan ranting gitu sepertinya tidak. Yang pasti ada sumber apinya dulu baru bisa meluas,” ujar dia.
Maraknya bencana karhutla juga berpotensi pada kenaikan suhu rata-rata perhari. Kabut asap yang disebabkan karhutla membuat udara menjadi semakin kering, sehingga cuaca akan terasa lebih panas dari biasanya.(*)