KETIK, YOGYAKARTA – Bulan ini genap satu tahun status penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun 2020 berlangsung. Penyelidikan perkara tersebut mulai dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Sleman pada 2022 lalu.
Bahkan saat itu sudah dilakukan pemeriksaan terhadap PPK kegiatan yang berinisial KE pada awal September 2022.
Selanjutnya pada 10 April 2023 status perkara dugaan korupsi dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun 2020 itu sudah naik ke tahap penyidikan.
Namun dalam perjalanannya, tidak seperti pernyataan Kajari sebelumnya (Widagdo) yang berjanji perkara ini segera selesai sebelum berusia setahun.
"Tunggu, sesuai petunjuk pimpinan sehabis Pilpres sudah ada tersangkanya," ujarnya pada wartawan saat itu.
Fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Meski sudah terbilang lama menyandang status penyidikan, saat ini sudah satu tahun lebih usianya, belakangan terkesan tidak ada kelanjutannya lagi.
Padahal, tercatat pada 1 September 2023, Kasi Pidsus Kejari Sleman Ko Triskie Narendra pernah mengungkapkan salah satu orang yang diperiksa (Anas) telah berbicara berbagai hal menyangkut perkara ini termasuk siapa yang menyuruhnya.
Begitu juga dengan terperiksa lainnya yang berinisial F (bertitle dokter). Namun, semakin ke sini kasus tersebut malah tidak ada gaungnya lagi.
Itu terbukti belum ada satu orangpun yang ditetapkan sebagai tersangka. Hingga akhirnya terdengar kabar belakangan bahwa kelanjutan kasus ini menunggu serah terima posisi Kasi Pidsus Kejari Sleman Ko Triskie Narendra dimutasi ke Kejari Kota Madiun sebagai Kasubagbin.
Terpisah, Plt Kejari Sleman Ery Syarifah melalui Kasi Intel Kejari Sleman Ginanjar Damar Pamenang Senin (22/4/2024) menyebutkan, proses penanganan perkara tersebut masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sudah ada koordinasi antara Jaksa Penyidik dengan auditor dari BPKP. Salah satunya melengkapi apa yang dibutuhkan oleh BPKP dalam menghitung kerugian negara," terangnya.
Ginanjar menyebut koordinasi dilakukan sebelum lebaran lalu. Ia juga membenarkan saat ini perhitungan potensi kerugian tersebut menggunakan metode baru.
"Betul, metode baru pasca ekspose di Kejati awal Januari lalu. Selain itu ternyata surat tugas BPKP sebelumnya sudah kadaluarsa," ujarnya.
Kini sejumlah pembaharuan telah dilakukan termasuk koordinasi antara penyidik dengan BPKP. Sedangkan metode baru yang digunakan seperti apa Ginanjar menyampaikan hal itu merupakan ranah internal penyidik dengan auditor BPKP.
"Termasuk kapan selesainya perhitungan negara, bukan tataran kami untuk menjawabnya," jelasnya.
Ginanjar tidak menampik surat tugas tersebut sampai kadaluarsa dikarenakan tidak ada progres dari Kejaksaan (Kasi Pidsus) terkait perkara ini. Sementara BPKP butuh tim auditor tersebut untuk menangani pekerjaan yang lain.
Sehingga perhitungan kerugian negara perkara dugaan tindak korupsi hibah pariwisata tersebut kemudian di hold (menunda) lagi.
"Namun saat ini bu Kajari (Plt, red) sudah melakukan sejumlah langkah untuk menindaklanjuti persoalan ini. Di sisi yang lain juga sudah ada pembaharuan surat tugas dari BPKP lagi," jelasnya.
Upaya Plt Kajari Sleman yang juga merupakan Aswas Kejati DIY tersebut di antaranya bermohon secara resmi pada BPKP dan menyiapkan data-data bagi auditor.
Sejak merangkap menjadi Plt Kajari Sleman menjelang akhir bulan Desember 2023 lalu, pada Ketik.co.id, Ery Syarifah mengaku proses penanganan perkara ini langsung di bawah pengawasannya sendiri.
Tidak dipungkiri, perkara ini menarik perhatian masyarakat luas. Selain terjadi di DI Yogyakarta, peristiwa pidana tersebut dilakukan pada saat ada kejadian extraodinary (luar biasa) bencana nasional Covid-19. Sekaligus beriringan dengan Pilkada Sleman 2020.
Terpantau di seluruh Indonesia hanya terjadi dua perkara serupa (Korupsi) menyangkut dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bidang pariwisata ini. Selain di Sleman, satunya lagi di Buleleng, Bali.
Berbeda dengan Sleman, untuk perkara yang terjadi di Buleleng telah terungkap dan disidangkan tahun 2021 hingga berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Padahal, banyak diketahui Jaksa yang ada di jajaran Kejari Sleman selama ini merupakan Jaksa pilihan.
Di satu sisi sejumlah pihak terkait menyebut sudah terjadi penyimpangan sejak awal adanya kebijakan di Pemkab Sleman. Mengingat desa wisata yang terdaftar (teregister) di kabupaten Sleman saat itu hanya sebanyak 53 buah.
Namun dalam pelaksanannya dana hibah ini dibagikan kepada 244 kelompok masyarakat. Sehingga kalau dihitung terdapat 191 kelompok yang non register (nol), karena belum berkegiatan apalagi ikut menyumbang PAD. (*)