KETIK, SURABAYA – Sebagai negara kepulauan, Indonesia dipastikan menjadi salah satu negara paling terdampak perubahan iklim. Studi oleh Bappenas mengungkap valuasi ekonomi akibat dampak krisis iklim mencapai Rp 300 triliun di 2024 mendatang.
Sejalan dengan itu, The Society Indonesian Enviromental Journalist (SIEJ) mendorong hajatan pemilu 2024 mendatang sebagai kesempatan untuk melakukan perbaikan.
"Kita perlu pemimpin dengan gagasan yang kuat untuk perbaikan lingkungan ke depan," Ketua SIEJ, Joni Aswira saat membuka workshop jurnalis di Surabaya, Rabu (13/9/2023).
Menurut Joni, ragam bencana yang terjadi di Indonesia memerlukan pemimpin yang kuat dengan gagasan lingkungannya ke depan. Bukan hanya di tingkat nasional (presiden). Tetapi juga kepala daerah. Karena itu, ia pun mendorong kepada pemerintah membuat instrumen guna mewujudkan hal itu.
"Misalnya saja dengan memperkuat isu lingkungan sebagai bahan materi debat calon. Baik calon presiden maupun kepala daerah," jelas Joni.
Dorongan itu juga sejalan dengan hasil sebuah survei yang menghendaki adanya upaya lebih serius oleh para pemimpin dalam menangani berbagai persoalan. Seperti kesehatan, lingkungan, serta dampak perubahan iklim.
Joni sampaikan, penguatan isu lingkungan pada debat calon dirasa sangat penting. Dengan begitu, publik akan dapat menakar sejauh mana calon pemimpin mereka memiliki kapasitas mumpuni dan kepedulian dalam melakukan perbaikan lingkungan.
Ketua KPU Jawa Timur, Khoirul Anam sepakat dengan pernyataan Joni. Ia pun menjamin isu bahwa lingkungan termasuk dalam materi debat para calon. "Hanya kisi-kisinya seperti apa, itu bukan domain kami. Ada para ahli yang menyusunnya," jelas Anam.
Tidak hanya itu. KPU juga telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu. Dimana, di dalamnya mengatur soal larangan bagi para calon untuk menempelkan alat peraga kampanye di pepohonan.
Komisioner Bawaslu Jawa Timur, Nur Elya Anggraini tak mengelak, persoalan lingkungan belum begitu mendapat ruang dalam penyelenggaraan pemilu. Contoh paling sederhana adalah sampah dari alat peraga atau bahan kampanye.
"Saya pernah melakukan hitung-hitungan kasar soal alat peraga kampanye (APK) atau bahan kampanye (BK) ini. Jumlahnya jutaan. Dan itu siapa bertanggung jawab membersihkannya, kami juga tidak tahu," ujar mantan jurnalis ini.
Selama ini, lanjut Ely, upaya pembersihan biasa ia lakukan dengan melibatkan Satpol PP di lapangan. Akan tetapi, penanganan lebih lanjut dari sampah-sampah itu, pihaknya tidak mengetahuinya.
Memang, Pasal 2 Peraturan Bawaslu Nomor 5 Tahun 2022 juga telah mengatur agar kegiatan pengawasan dilakukan berbasis ramah lingkungan. Akan tetapi, sejauh ini aturan teknis terkait implementasi pasal tersebut belum diterbitkan.
"Ini yang sedang kami dorong supaya ada instrumen berkaitan dengan sistem pengendalian logistik untuk peserta pemilu. Semoga saja bisa segera diterbitkan," kata Ely. (*)