KETIK, SURAKARTA – Proses Pemilihan Rektor (Pilrek) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo periode 2023-2028 diterpa isu kecurangan. Hal ini mencuat di media sosial dan publik menuntut pengusutan lebih lanjut untuk perbaikan institusi pendidikan tinggi.
Banyak warganet yang menilai terjadi kecurangan dalam proses pemilihan rektor yang berlangsung pada 11 November 2022 itu. Tagar penolakan atas terpilihnya Prof Dr rer nat Sajidan sebagai Rektor UNS periode 2023-2028 meramaikan dunia maya.
Di antaranya #RektorUNSCurang, #TolakSajidan, #SajidanCurang, SajidanTidakPantas hingga #SajidanMainBusuk. Tagar ini sempat menjadi trending topic Twitter.
Wakil Ketua MWA UNS Solo Prof Hasan Fauzi dan dan Sekretaris Prof Tri Atmojo Kusmayadi pasang badan dengan menyampaikan klarifikasi kepada media mengenai ramainya tagar tentang penolakan hasil pemilihan Rektor UNS yang dimenangi Prof Dr rer nat Sajidan.
Pihaknya juga meluruskan terkait kabar adanya pemaksaan untuk memilih salah satu calon rektor saat pemungutan suara. Mereka menyebut penetapan Prof Sajidan sebagai Rektor UNS periode 2023-2028 merupakan keputusan bersama yang sudah tetap dan melalui proses yang demokratis.
Beredarnya tulisan, gambar dan video negatif dan menyebut Pemilihan Rektor UNS Solo ditunggangi sejumlah pihak yang berkepentingan, menurut MWA UNS adalah fitnah yang keji dan menjurus ujaran kebencian.
“Jadi adanya tulisan atau video hingga gambar-gambar yang beredar dan bersifat negatif, merupakan fitnah dan tidak benar adanya. Hal itu juga menjurus ujaran kebencian dan tampak pelaku tersebut tidak mengetahui tata cara Pemilihan Rektor UNS seperti apa,” kata Prof Hasan Fauzi.
Untuk diketahui, pemilihan rektor (Pilrek) kali ini merupakan proses Pilrek pertama sejak UNS ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). UNS naik status dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PTNBH.
Berdasarkan informasi, Prof Ravik Karsidi selaku Rektor UNS dua periode (2003-2011 dan 2011-2019) merupakan inisiator sekaligus orang yang mengusulkan alih status menjadi PTNBH sejak tahun 2018.
Dia dibantu oleh tim penyusun lainnya, di antaranya adalah Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si, Dr. Sutanto, S.Si, DEA dan Dr. E. Muhtar, S.Pd., M.Si., CFrA.
Ketika pergantian rektor yang kemudian dijabat oleh Prof Jamal Wiwoho, Prof Sajidan (Rektor UNS terpilih 2023-2028) diangkat menjadi Wakil Rektor IV. Dia lah yang melanjutkan dan memantau perkembangan pengajuan PTNBH.
Wakil Rektor IV UNS Prof Sajidan lalu mengusulkan Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P yang saat itu menjabat Panglima TNI untuk mendapatkan Gelar Doctor Honoris Causa dengan kriteria karena telah sukses mendirikan SMA Pradita Dirgantara di Surakarta.
Pada tanggal 6 Oktober 2020, Presiden RI Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2020 yang menyetujui naik status dari BLU menjadi PTNBH.
UNS merancang seluruh perangkat dan organ-organ yang harus terdapat dalam PTNBH seperti Majelis Wali Amanat. Singkat cerita, Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P dipilih sebagai Ketua MWA.
Proses penunjukan Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P sebagai Ketua MWA berjalan cukup alot. Hadi sempat menolak karena kesibukan dan tugas negara yang semakin padat. Atas permintaan Rektor UNS waktu itu, dan Prof Sajinan yang lihai membujuk, Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P kemudian menyetujui.
Namun, persetujuan ini dengan janji dari Prof Hasan Fauzi dan Prof Sajidan untuk masalah pekerjaan di UNS, Hadi tidak perlu khawatir dan tidak akan banyak direpotkan, Ketua MWA hanya figur saja dan saya sebagai wakil serta anggota MWA yang akan bekerja.
Sebab, pihak Hasan mengatakan sanggup untuk mengatur semuanya sehingga akhirnya keluarlah PMWA Nomor 02 Tahun 2020 tentang Pendelegasian Wewenang Ketua MWA kepada Wakil Ketua MWA yakni Prof Hasan Fauzi yang disusun oleh Prof Adi S dan Dr Isharyanto.
Tanggal 29 Juni 2022, Wakil Ketua MWA Prof Hasan Fauzi mengeluarkan Peraturan MWA Nomor 03 Tahun 2020 tentang tata cara pemberhentian rektor, pengangkatan wakil rektor menjadi rektor, pemilihan rektor dan penugasan wakil rektor menjadi pelaksana tugas rektor.
Publik terutama kalangan internal UNS, termasuk Dewan Profesor UNS menyayangkan adanya PMWA 02 yang dikeluarkan oleh Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P. Mereka menilai penunjukan Prof Hasan Fauzi untuk bisa menandatangani surat dinas dan peraturan MWA sebagai langkah boomerang bagi Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P.
Sebab, keputusan tersebut berpotensi dimanfaatkan oleh kubu Hasan Fauzi untuk proses Pilrek pertama ini yang pada akhirnya memenangkan Prof Sajidan sebagai Rektor UNS 2023-2028.
Sejumlah pihak, mulai dari guru besar, dosen, akademisi hingga alumni memberi masukan kepada Ketua MWA Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P terkait PMWA 02 tersebut yang dianggap memiliki banyak celah untuk disalahgunakan.
Dosen FISIP UNS, Drajat Tri Kartono, bersurat kepada Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P selaku Ketua MWA UNS pada 27 Juli 2022. Ia menyampaikan aspirasi dan memberi masukan tentang surat keputusan yang dibuat oleh MWA.
Surat tertanggal 27 Juli 2022 yang ditujukan kepada Ketua MWA, tidak dijawab hingga hari ini oleh pihak MWA. Informasi dari pihak Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P, surat masukan yang dikirimkan tersebut tidak sampai dan belum pernah masuk kepada Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P selaku Ketua MWA. Sehingga belum ada jawaban resmi dari Ketua MWA karena surat aspirasi tersebut belum pernah sampai di 'meja' Ketua.
Tak berhenti di situ, pada tanggal 17 Agustus 2022, Dewan Profesor UNS juga mengirim surat masukan yang ditujukan kepada Ketua MWA Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P melalui Sekretariat MWA. Isinya adalah usulan Perubahan Peraturan MWA UNS Nomor 03 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Pemberhentian Rektor, Pengangkatan Wakil Rektor Menjadi Rektor, Pemilihan Rektor, dan Penugasan Wakil Rektor Menjadi Pelaksana Tugas Rektor.
Usulan materi peraturan tata tertib pemilihan Rektor oleh MWA dan sulan pembentukan tim panelis pemilihan Rektor UNS. Ketika dikonfirmasi, surat tersebut juga belum masuk ke Ketua MWA Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P yang kini menjabat Menteri ATR/Kepala BPN Republik Indonesia.
Pada tanggal 14 Agustus 2022, pertemuan harmonisasi empat organ di kantor Kementerian ATR/BPN yang membahas usulan surat dewan professor. Hasil pertemuan belum memberikan peran yang signifikan dari dewan professor dalam penjaringan calon rektor.
Tanggal 13 September 2022, ada pertemuan Dirjen Dikti dan Sesdirjen dengan Ketua MWA yang didampingi oleh Wakil Ketua MWA. Hasil dari pertemuan tersebut belum mendapatkan titik temu terkait dengan surat dari Dewan Profesor UNS.
Tanggal 16 September 2022 justru dilanjutkan Sidang Pleno MWA yang memutuskan koreksi hanya pada satu pasal saja yang tidak menjawab persoalan inti dari surat masukan tersebut.
Hingga pada 27 September 2022, MWA melaunching Panitia Penjaringan dan Penyaringan Calon Rektor. Tanggal 11 Oktober 2022, sembilan Guru Besar UNS mendaftarkan diri sebagai bakal calon rektor. Namun MWA menyatakan ada satu bakal calon rektor yang dinilai tidak memenuhi syarat, yakni Prof Irwan Trinugroho karena dokumen LHKASN dianggap tidak lengkap.
MWA menetapkan delapan bakal calon rektor berdasarkan Surat Keputusan (SK) MWA UNS Nomor 19/UN27.MWA/HK/2022 tentang Penetapan Bakal Calon Rektor Terjaring dalam Pemilihan Rektor UNS Masa Bakti 2023-2028.
Tanggal 17 Oktober 2022 delapan bakal calon rektor mengikuti pemaparan visi misi dan pada 20 Oktober 2022, MWA menetapkan tiga calon rektor yaitu Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si., Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M, dan Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si yang mendapatkan suara masing-masing 3 suara, 4 suara, 8 suara dan 2 suara abstain.
Tanggal 27 Oktober 2022, para calon rektor memaparkan rencana induk pengembangan dan rencana pencapaian UNS menjadi World Class University.
Tanggal 11 November 2022, hari penentuan Rektor UNS dimana Prof. Dr. Hartono, dr. M.Si meraih 11 suara, Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M meraih 2 suara dan Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si mendapatkan 12 suara.
Tak lama berselang, muncul dan ramai tagar penolakan terhadap hasil pemilihan rektor yang dinilai tidak demokratis dan terindikasi kecurangan yang tersimtematis.
Menurut Drajat Tri Kartono, PMWA no 2 tahun 2020 dinilai sangat lemah karena surat tersebut tidak memiliki periodisasi dan prioritasisasinya.
Peraturan MWA tersebut tidak menyebutkan
batas waktu berakhirnya pendelegasian sehingga dapat dimaknai pendelegasian ini akan dilakukan selama seterusnya sampai berakhirnya masa jabat sebagai ketua MWA.
"Tentu saya yakin Bapak pasti punya penjelasan yang lebih strategis terkait kebijakan tersebut. Hal yang saya khawatirkan adalah bila peraturan pendelegasian tanpa batas waktu ini akan jadi pelajaran bagi sejarah perkembangan UNS ke depan," katanya dalam surat masukan kepada Ketua MWA Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P.
"Sejujurnya kami bangga memiliki Bapak sebagai bagian dari warga UNS. Kehadiran Bapak membuat kebanggaan dan semangat berkarya kami di UNS menjadi menguat. Kami rindu Bapak bisa berdialog dan memimpin kebijakan UNS secara langsung. Saya berharap catatan sejarah MWA akan diwarnai oleh catatan kebijakan yang langsung di tanda tangani Bapak sebagai pemimpin kami,” tulisnya.
Drajat dapat memahami kesibukan Marsekal TNI Dr. Hadi Tjahjanto, S.I.P yang saat itu sebagai Panglima TNI. Namun ia meminta Ketua MWA harus memperhitungkan prioritasisasi kebijakan. Prioritas yang dimaksud adalah peraturan yang berkaitan dengan dampak luas baik secara sosiologi dan organisasi.
"Misalnya terkait peraturan MWA terkait Pemilihan Rektor (PMWA No. 3 tahun 2022). Peraturan ini sangat penting bagi seluruh warga UNS dan menjadi tonggak pemilihan rektor pertama di PTN BH UNS sehingga bisa dijadikan prioritas untuk langsung di tanda tangani ketua MWA," terangnya.
"Demikian juga Peraturan MWA No. 4 tahun 2022 tentang kebijakan umum yang menjadi pondasi kehidupan pengelolaan seluruh unsur di UNS," imbuhnya.
Tak hanya itu, Drajat juga menyoroti Peraturan Arsip Nasional RI No. 5 tahun 2021 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas. Dalam peraturan tentang Naskah Dinas tersebut mencakup ruang lingkup naskah dinas yang bisa didelegasikan.
Di dalam peraturan tersebut pendelegasian tanda tangan hanya berlaku untuk naskah dinas yang bersifat penetapan seperti surat keputusan. Sedangkan naskah dinas
yang bersifat pengaturan seperti peraturan, tidak ada pasal pendelegasian.
Kendati demikian, Drajat mengajak semua pihak untuk dewasa menyikapi Pilrek UNS ini. Menurutnya keputusan berada di tangan MWA. Kesepakatan bersama yang menjadi kesepakatan harusnya dihormati.
"Keputusan ada di MWA dan di sana ada pengawasnya. Kita terima saja keputusan yang legal dan tepat. Sudah waktunya rekonsiliasi," pungkasnya. (*)