KETIK, SURABAYA – Hingga hari pertama pembukaan pendaftaran calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, sosok siapa pendamping Prabowo rmasih menjadi teka-teki. Padahal dua pesaingnya yakni Ganjar dan Anies telah memiliki pendamping bahkan telah mendaftarkan diri ke kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/10/2033).
Guru besar Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto mengatakan sebelumnya sempat mencuat nama tokoh muda Gibran yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo. Namun karena banyaknya beredar isu yang tidak mengenakan membuat Prabowo harus mengubah strategi.
"Gibran ini kan putra Pak Jokowi yang saat ini menjadi presiden. Hal ini membuat banyak isu negatif beredar jika Gibran sampai menjadi cawapres dari Prabowo," jelas Henri kepada Ketik.co.id, Kamis (19/10/2023).
Dosen Universitas Airlangga, Henri Subiakto. (Foto: dok. Henri)
Henri menambahkan akibat isu tersebut jalan Prabowo untuk menentukan cawapresnya tidak mulus lagi. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Walaupun mungkin Gibran menerima tawaran tersebut, belum tentu keluarga Joko Widodo mengizinkan.
"Gibran sendiri dipandang sebagai titik temu. Titik temu partai-partai besar itu ada di Gibran, terutama bagi pendukung Joko Widodo," tambahnya.
Dengan beredarnya isu -su negatif yang mengakibatkan perubahan opini publik, tentu sulit untuk menemukan pengganti Gibran. Apalagi di saat saat yang genting seperti ini diperlukan kesepakatan dari partai-partai koalisi agar menemukan sosok pengganti Gibran.
Seperti yang kita ketahui Prabowo diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari banyak partai seperti Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, empat partai non-parlemen yaitu PBB, PSI, Partai Garuda, Partai Gelora.
"Semakin banyak partai yang terlibat tentu akan semakin sulit mencari titik temu karena banyaknya opini yang harus ditampung," ungkapnya.
Hal inilah yang harus dihadapi oleh KIM, karena setiap partai yang tergabung tentu akan mencari keuntungan. Jika mendapatkan keuntungan mereka bisa melirik atau berpindah mendukung pasangan yang lain. Dan tentu akan menjadi rumit jika Gibran yang merupakan titik temu dari partai-partai tersebut belum memberikan kepastian.
"Partai koalisi KIM ini bergabung bukan karena satu ideologi, tetapi karena mencari keuntungan. Oleh sebab itu cukup sulit mencari sosok yang bisa menjadi titik temu dari kepentingan mereka," tukasnya.
Dalam hal ini peran Joko Widodo sangat dibutuhkan untuk menetralkan kebuntuan yang terjadi di KIM. Namun seperti yang dilihat sekarang Joko Widodo terlihat menjaga jarak. Joko Widodo dianggap juga masih galau menentukan keberpihakannya. Kondisi inilah yang dihadapi oleh Prabowo.
"Ya kita lihat saja apakah Pak Joko Widodo akan menyelesaikan kesulitan ini. Nampaknya Prabowo sangat membutuhkan peran Joko Widodo untuk menentukan cawapresnya," pungkasnya.(*)