KETIK, JEMBER – Draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang digodok sejak tahun 2012 hingga 2024 menuai kontroversi. Baru-baru ini muncul sejumlah pasal yang berpotensi membungkam pers, mencederai publik, bahkan pembatasan hak publik mendapatkan informasi yang akurat.
Kontroversial RUU Penyiaran yang diinisiasi DPR itu mendapat banyak penolakan di kalangan wartawan. Salah satunya mereka yang tergabung dalam Organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kabupaten Jember.
Penolakan tersebut mereka sampaikan melalui aksi damai yang berlangsung di bundaran DPRD Jember pada Kamis (16/5/2024) sekira pukul 19.30 WIB.
Adapun beberapa alasan mendasar yang dikemukakan dalam penolakan draf RUU pengganti UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran ini.
Seperti yang dikemukakan Mahfud Sunarjie, Sekjen IJTI Tapal Kuda, bahwa draf RUU Penyiaran ini tumpang tindih dengan UU Pers.
“Dalam RUU Penyiaran ini penyelesaian sengketa pers mau diselesaikan di KPI, padahal dalam UU Pers sudah seharusnya diselesaikan di Dewan Pers. Itu sudah tidak benar,” ucap Mahfud dalam orasinya.
Selain itu, pasal yang melarang penayangan hasil investigasi di media dalam RUU Penyiaran ini juga bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers.
“Revisi tersebut tidak saja mengancam kebebasan pers, tetapi juga merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi yang berkualitas,” ujarnya.
Kemudian, puluhan Jurnalis dalam aksi ini juga mengkritik keras argumentasi Komisi I DPR yang mengatakan bahwa jurnalisme investigasi memengaruhi proses hukum.
“Argumentasi ini sulit diterima akal sehat, karena di berbagai negara demokrasi, proses pro justisia bisa berjalan bersama dengan hak masyarakat untuk menerima informasi yang berkualitas,” tegas Mahfud.
Lebih jauh lagi, ia menilai jika RUU Penyiaran ini disahkan, maka hal itu akan memperkuat kekuasaan atau penguasa hasil Pilpres 2024. Yang diduga alergi terhadap keberadaan oposisi atau kekuatan di luar pemerintahan.
“Kalau RUU Penyiaran ini disahkan, maka tidak akan ada lagi kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah,” beber Mahfud.
Senada, Dewan Kehormatan Organisasi PWI Jember, Sutrisno, bersama para jurnalis lain menyatakan keseriusannya dalam menolak RUU Penyiaran ini.
Bahkan, mereka bakal terus menggaungkan penolakan hingga RUU Penyiaran tidak jadi disahkan.
“RUU Penyiaran terindikasi ada kepentingan pemerintah dalam memberangus kebebasan pers. Untuk itu, kami menolak keras RUU Penyiaran, terutama larangan investigasi,” tegasnya.
Imam Nawawi, salah seorang perwakilan dari AJI Jember, juga mengatakan hal yang tidak jauh beda.
“Larangan penata jurnalisme investigasi bertentangan dengan Pasal 4 Ayat (2) UU Pers. Jelas larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers dan merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan informasi yang berkualitas,” pungkasnya.(*)