KETIK, MALANG – Pemberian Makanan Tambahan (PMT) menjadi salah satu upaya Pemerintah Kota Malang menangani kasus stunting.
Kendati telah dianggarkan dalam APBD Kota Malang tahun 2023, namun prioritas PMT masih ditujukan pada balita yang mengalami kondisi tertentu.
Di antaranya adalah balita wasting atau kondisi di mana berat badan balita mengalami penurunan secara terus menerus hingga berada di bawah standar. Kriteria kedua ialah stunted atau status pertumbuhan anak yang terhambat, dan bayi tidak naik timbangan.
"Program PMT sudah dianggarkan, tapi memang prioritasnya balita dengan tiga kriteria itu," ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang, Husnul Muarif pada Sabtu (1/7/2023).
Jenis makanan tambahan yang diberikan kepada balita ditentukan berdasarkan rekomendasi dari tenaga nutrisionis di masing-masing wilayah. Hal ini bertujuan untuk menyediakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan setiap balita.
"PMT itu atas rekomendasi dari tenaga nutrisionis yang ada di wilayah masing-masing. Bantuan atau makanannya disesuaikan dengan kebutuhan balita," tambahnya.
Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Bayu Rekso Aji menegaskan penanganan stunting termasuk PMT, harus menjadi prioritas anggaran Pemkot Malang.
Mengingat saat ia melakukan pertemuan dengan kader Posyandu, banyak dari mereka yang masih mengandalkan swadaya untuk PMT.
"Saat audiensi, hampir semua perwakilan kader dari lima kecamatan mengatakan selama ini mereka swadaya. Contohnya di Samaan, ada istilah Klentingan yang sifatnya iuran sukarela. Salah satunya dipergunakan untuk program di Posyandu," tutur Bayu.
Bayu berharap agar program PMT dapat dianggarkan dalam APBD perubahan sebagai langkah mengurangi beban masyarakat dalam menangani stunting. Terlebih terdapat SILPA anggaran sebesar Rp 460 miliar pada APBD Kota Malang tahun 2022.
"Kita akan selalu komunikasikan dengan Dinkes, harapannya walaupun mungkin belum maksimal, tapi sedikit-sedikit bisa dianggarkan dalam APBD perubahan. Jadi tinggal kemauan Pemkot Malang saja. Saya yakin kalau mau pasti bisa, karena anggaran daerah kan pasti ada. Kita juga tahu di APBD 2022 itu SILPA Rp 460 miliar, jadi harusnya bisa," katanya.
Meskipun angka stunting di Kota Malang mengalami penurunan, penanganan stunting tetap harus melibatkan berbagai aspek, seperti pendampingan pra nikah dan ibu hamil.
"Penanganan stunting itu kompleks. Mulai dari pendampingan pra nikah, ibu hamil, dan segala macam. Tapi yang pasti kader posyandu melakukan penyuluhan setiap bulan. Ketika itu juga diberikan makanan tambahan untuk balita," lanjut Husnul.(*)