KETIK, YOGYAKARTA – Selama ini masyarakat awam lebih mengenal definisi perang secara konvensional (militer), yakni perang antara dua kubu menggunakan pasukan militer dan senjata.
Namun, di era keterbukaan informasi, digitalisasi, globalisasi dan borderless (tanpa batas) seperti saat ini, meski kekuatan militer dan peralatan persenjataan juga masih menentukan, ada ancaman besar lain bagi negara-negara di dunia. Dunia perang telah mengalami perubahan bentuk, dari perang konvensional menjadi non konvensional (perang asimetris).
Medsos Medan Perang Asimetris
Perang asimetris merupakan peperangan gaya baru non militer. Namun, memiliki dampak kehancuran luar biasa sebab dapat merambah ke segala aspek kehidupan. Perang asimetris juga memiliki medan atau lapangan tempur yang luas meliputi segala aspek kehidupan.
Metode-metode peperangan tersebut bisa beragam termasuk melalui media sosial (medsos). Hal tersebut disampaikan oleh Danrem 072/Pamungkas Yogyakarta Brigjen TNI Zainul Bahar dalam acara talkshow podcast bertajuk "Generasi Z Beretika dan Berintegritas Didasari Nilai-Nilai Pancasila Melalui Gerakan Pramuka".
Kegiatan ini digelar oleh Prodi S3 Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana UGM berkolaborasi bersama Korem 072/Pamungkas. Acara berlangsung di Aula Sugiono Makorem 072/Pamungkas, Jalan Reksobayan No. 4, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Rabu (19/6/2024).
Selain menyampaikan pesan penting kepada pelajar atau generasi Z (Gen Z) tentang bahaya perang asimetris, Danrem 072/Pamungkas Yogyakarta Brigjen TNI Zainul Bahar juga menyebutkan Generasi Z merupakan generasi emas yang akan membawa Indonesia melangkah ke depan.
Oleh karenanya, penting kiranya semua pihak terlibat dalam merawat serta menanamkan cinta tanah air kepada Generasi Z.
"Gen Z sebagai mayoritas yang akan memenuhi Indonesia 2045 diharapkan bisa produktif dan mewujudkan Indonesia Emas," sebut jenderal dengan satu bintang di pundaknya itu.
Dalam kesempatan yang sama, Danrem 072/Pamungkas Yogyakarta Brigjen TNI Zainul Bahar juga mengingatkan bahwa mindset para nenek moyang Indonesia suka menolong, ramah, dan gotong royong. Nilai-nilai positif itu semestinya ditanamkan hingga sekarang ini supaya Indonesia menjadi negara yang kuat dikemudian hari.
Peralihan Generasi Harus Dikawal
Sementara itu, Ketua Prodi Magister dan Doktor Ilmu Ketahanan Nasional Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Prof Dr Armaidy Armawi MSi menerangkan, seminar tersebut menjadi salah satu hal yang diberikan dari mahasiswa S3 pada masyarakat.
Ia sebutkan Gen Z menjadi perhatian karena ada peralihan generasi yang harus dikawal dengan sebaik mungkin. Gerakan Pramuka, menurut Prof Armaidy Armawi, memegang peran penting karena menanamkan nilai karakter sejak dini.
"Kejujuran, gotong royong, tenggang rasa ada dalam gerakan Pramuka dan ini sangat penting bagi Gen Z untuk menyongsong Indonesia Emas," pungkas Prof Armaidy Armawi.
Perlu diketahui, Gen Z merupakan sebutan bagi individu yang lahir antara tahun 1997-2012. Mereka juga disebut sebagai iGen alias Generasi Internet. Generasi ini muncul setelah generasi Milenial dan sebelum generasi Alpha.
Lahir dan tumbuh di era digital yang sudah mapan menjadikan mereka terbiasa dengan smartphone, media sosial, dan internet yang merajai kehidupan sehari-hari.
Di satu sisi meningkatnya jumlah dan parahnya konflik vertikal dan horizontal di Indonesia merupakan bukti perubahan dramatis yang terjadi di masyarakat. Muncul dan berkembangnya gerakan separatis di berbagai daerah, konflik yang berkaitan dengan SARA (hubungan suku, agama, ras dan antarkomunitas), dan aksi kekerasan lainnya merupakan contoh dari isu-isu tersebut.
Kondisi demikian menimbulkan kerentanan dan kemungkinan terjadinya disintegrasi bangsa. Untuk mendukung ketahanan bangsa dalam menghadapi tantangan di era globalisasi inilah yang melatar belakangi lahirnya Program Studi Ketahanan Nasional. (*)