KETIK, SURABAYA – Pertemuan Prabowo Subianto dan Khofifah Indar Parawansa di Istana Hambalang, Bogor, Sabtu (2/3/2024) menimbulkan banyak pandangan hingga tafsir politik. Pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Doktor Fahrul Muzakki menilai ada dua penafsiran berbeda dari pertemuan kedua tokoh tersebut.
Pertemuan keduanya tidak hanya selebrasi muslimat NU, TKD Jatim dan para relawan yang diundang Prabowo di Istana Hambalang. Selain itu bukan juga sekadar penyampaian apresiasi dan terima kasih atas sumbangan suara Jatim tertinggi se-Indonesia di Pilpres 2024 kemarin.
"Pertama, pertemuan di Istana Hambalang itu ibarat titik nol-nya Prabowo. Siapapun yang diundang ke Hambalang, berarti ada hal penting dan istimewa yang dibahas," ucap Fahrul, Senin (4/3/2024).
Fahrul menjelaskan pertemuan itu membicarakan terkait masa depan bangsa Indonesia saat estafet kepemimpinan dan pembangunan Ibu kota Nusantara (IKN) dijalankan Prabowo Subianto.
"Posisi strategis Provinsi Jawa Timur di saat IKN berjalan, adalah berfungsi menjadi penyangga, sekaligus penyupport penuh proses transisi ini baik secara ekonomi, sosial dan politik," ucap Fahrul.
Dengan begitu, Jawa Timur yang metropolis ini mendukung penuh IKN yang akan dilanjutkan di masa pemerintahan Prabowo Subianto, terutama dalam hal pergeseran orang, sumber daya manusia, dan barang.
"Saya kira memang dalam pergeseran sumber daya manusia dan barang perpindahan dari Jakarta ke IKN, juga secara strategis posisi Jawa Timur menentukan. Sehingga wajar jika Pak Prabowo, di balik pertemuan di Hambalang itu, bicara soal proyeksi pembangunan dan politik transisi itu," ujar Fahrul.
Setelah piranti pergeseran sumber daya manusia dan barang dari Jakarta ke IKN dinilai aman, maka posisi Jawa Timur sebagai penyangga 16 provinsi di Indonesia Timur selama ini, secara geopolitik juga harus diamankan.
Artinya, yang kedua, proses kelanjutan estafet Nawa Bhakti Satya Provinsi Jawa Timur dari sisi politik harus diamankan. Fahrul menekankan terkait penguatan posisi Khofifah Indar Parawansa yang akan memimpin Provinsi Jatim di periode II, sudah dipastikan dibahas Prabowo.
"Yang jelas, bagaimana melanjutkan Nawa Bhakti Satya dari Khofifah, sinergi dengan Asta Cita dari Pak Prabowo yang melanjutkan Nawa Cita Pak Joko Widodo. Situasi itu sangat strategis dibahas," terangnya.
Terkait situasi dan kondisi dinamika geo politik di Jawa Timur. Apakah kemudian lantas koalisi besar itu juga diterapkan penuh di Jawa Timur atau tidak. Atau justru kemudian koalisi itu akan bertambah, atau menggabungkan semua kekuatan.
"Saya kira, Pak Prabowo menginginkan arus dukungan besar Khofifah effect di Jatim itu bisa disekrupkan dengan kepentingan beliau dalam menjalankan roda pemerintahan ke depan," terang Fahrul.
Dari pertemuan Prabowo Subianto dengan Khofifah Indar Parawansa yang dikemas sebagai silaturahmi kebangsaan itu, diharapkan proses pembangunan Indonesia yang dituangkan dalam program kerja bisa dilaksanakan secara lancar dan mendapat dukungan dari masyarakat Jawa Timur secara keseluruhan.
"Saya memprediksi di sana terjadi pembicaraan serius akan masa depan bangsa, masa depan IKN dan kelanjutan estafet kepemimpinan di Provinsi Jatim," ujar Fahrul.
Fahrul menilai duet Khofifah-Emil, sangat berhasil di Jawa Timur. Bagaimana duet ini telah sukses menurunkan angka kemiskinan ekstrem, mendongkrak produksi pertanian, ketahanan pangan serta hilirisasi yang telah dimulai di Jawa Timur. Dirinya mencatat yang dari kelangsungan pembangunan di Indonesia adalah bagaimana Jawa Timur memiliki peran besar dalam pergeseran orang dan barang ke IKN.
"Tentu pilihannya adalah Kota Metropolis di Jawa Timur ini, program keberlanjutan Ibu Kota Nusantara bisa lancar dan aman," pungkasnya. (*)