KETIK, SURABAYA – Inilah sosok Isrumila, seorang guru yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah Sekolah Luar Biasa (SLB) YPAC Surabaya. Setiap pukul 08:00 WIB, dirinya tiba di sekolah untuk menyiapkan segala keperluan dan kebutuhan para siswa yang bersekolah disini.
Setelah para murid berdatangan, tak lupa dirinya menyambut dan menyapa mereka dengan senyuman tulus. Para murid di sekolah ini merupakan anak disabilitas yang kebanyak mengalami gangguan gerak pada tubuh bagian bawah dan atas atau yang biasa dikenal dengan tuna daksa.
Isrumila sendiri sudah mengajar selama 27 tahun, sejak 1996. Mendidik anak disabilitas merupakan panggilan jiwa. Karena baginya, mereka merupakan anak-anak luar biasa yang membutuhkan bimbingan, bukan belas kasihan.
"Saya suka berinteraksi dengan anak-anak disabilitas. Ada kepuasan tersendiri bagi saya saat melihat mereka bisa menjadi orang yang mandiri. Dan tentunya kalo bukan saya yang peduli, lalu siapa lagi," ungkap Isrumila.
Di bawah kepemimpinan wanita yang pernah mengenyam kuliah pendidikan luar biasa di Universitas PGRI Adi Buana dan Magister Manajemen Unitomo ini, SLB YPAC Surabaya terpilih sebagai sekolah penggerak 2012 oleh Pemkot Surabaya. Sehingga sekolah ini sudah menerapkan kurikulum merdeka belajar yang cocok untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Dalam mendidik anak-anak disabilitas, Isrumila mengakui, tantangan terbesarnya adalah kemampuan dari para siswa itu sendiri. Setiap guru dituntut untuk sabar dalam mendidik dan melatih mereka sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Isrumila saat meninjau proses belajar mengajar di kelas. (Foto: Husni Habib/Ketik.co.id)
"Para guru disini harus bisa memanfaatkan sisa-sisa kecerdasan atau kemampuan anak anak agar mereka dapat mandiri dikemudian hari," tambahnya.
Baginya, yang paling penting adalah bagaimana anak-anak ini nantinya bisa mengurus dirinya sendiri. Itulah yang menjadi tujuan sekolah luar biasa ini.
Berbeda dengan sekolah umum yang menuntut kecerdasan intelektual, tujuan SLB adalah melatih anak anak disabilitas sesuai kompetensi mereka untuk menjadi anak yang mandiri.
"Apa yang saya ingin kan tidak muluk-muluk. Saya ingin melihat mereka mandiri tanpa tergantung dengan orang lain. Mereka butuh dibimbing bukan dikasihani," ucapnya.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk melatih anak-anak mandiri adalah program mingguan pekan niaga. Di pekan niaga ini para siswa harus membawa barang dagangan mereka untuk dijual di sekolah. Barang dagangan itu bisa berupa makanan, minuman atau kerajinan.
Selain itu untuk memaksimalkan kondisi fisik para murid, sekolah memiliki fasilitas terapi, salah satunya fisioterapi. Terapi ini berguna untuk memaksimakan kondisi fisik para siswa seperti memaksimalkan kemampuan motorik.
"Suatu kebanggaan bagi saya dan para guru disini jika mengantarkan para siswa pada kemandirian dan diterima oleh lingkungan sosialnya. Senyum tawa mereka merupakan suntikan kebahagiaan bagi kami," pungkasnya.(*)