KETIK, SURABAYA – Memperingati sumpah pemuda, tidak luput dari sosok pejuang nasional dr Raden Soetomo yang merupakan salah satu pendiri pergerakan Indonesia yang diberi nama Boedi Outomo. Wartawan Ketik.co.id menelusuri makam dari dr Soetomo yang ada di Jalan Bubutan lebih tepatnya di Gedung Nasional Indonesia.
Sosok dr Soetomo merupakan pantang menyerah dan diajarkan oleh kedua orang tuanya untuk selalu tampil berani karena kebenaran. Diusia 19 tahun sosok dr Soetomo memiliki pemikiran yang maju untuk membuat Indonesia merdeka.
"Meskipun saat itu, dr Soetomo dikelilingi oleh bangsa Belanda, namun dirinya ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia," ucap Staf Museum dr Soetomo Agustina Maharani, Sabtu (28/10/2023).
Makam dr Soetomo di dalam Gedung Nasional Indonesia di Jalan Bubutan Surabaya, Sabtu (28/10/2023). (Foto : M.Khaesar/Ketik.co.id)
Bersekolah di Stovia, dr Soetomo bertemu dengan dr Wahidin Sudiro Husodo yang memiliki pemikiran yang sama untuk membuat pergerakan. Sehingga pada tahun 1908, dr Soetomo dan teman-teman yang ada di Stovia membuat pergerakan Boedi Outomo. "Pergerakan yang membuat dr Soetomo mengajak anak-anak muda untuk berjuang melawan penjajah, yang tercetus sumpah pemuda ini," ucap Rani.
Profesi dr Soetomo
Raden Soetomo merupakan seorang dokter spesialis kulit dan kelamin. Diusia 15 tahun, dirinya sudah menjadi dokter. Pada tahun 1911 dr Soetomo menjalankan profesi dokternya dengan praktik di berbagai tempat di Indonesia.
Namun pada tahun 1919, dr Soetomo memperoleh beasiswa dari Belanda untuk melanjutkan pendidikan spesialis dengan mengambil spesialis kulit dan kelamin di Amsterdam Belanda.
Asli dan keluarga dr Soetomo
Raden Soetomo merupakan warga asli Nganjuk. Raden Soetomo merupakan anak seorang bangsawan bernama Raden Suwaji yang merupakan wedana atau camat di Maospati, Madiun. Usai menjadi wedana, Suwaji ini menjadi ajun jaksa di Madiun.
Perjalanan Cinta dr Soetomo
Raden Soetomo yang merupakan seorang dokter ini bekerja di salah satu rumah sakit yang ada di Blora. Dari sana dr Soetomo ini mengenal Everdina Broering yang merupakan seorang perawat warga asli Belanda.
Pertemuan yang terus menerus di rumah sakit membuat keduanya memadu kasih. Hingga akhirnya keduanya menikah pada tahun 1917, perjalanan pernikahan keduanya berjalan harmonis.
Salah satu replika suasana kerja dr Soetomo yang ada di Museum dr Soetomo di dalam Gedung Nasional Indonesia, Sabtu (28/10/2023). (Foto : M.Khaesar/Ketik.co.id)
Pasangan ini tinggal dan hidup bahagia di jalan Simpang Dukuh no 12 Surabaya. Namun selama pernikahan itu, pasangan ini tidak dikaruniai anak. Hingga Everdina menghembuskan nafas terakhirnya, dr Soetomo memilih untuk tidak menikah lagi. "Dari sini dr Soetomo memilih untuk setia dan menyibukkan diri dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia," terang Rani.
Akhir Hayat dr Seotomo
Kepergian istrinya, membuat dr Soetomo memilih untuk menyibukkan diri. Dengan berbagai kegiatan di dalam maupun luar negeri membuat dr Soetomo ini mengalami sakit disentri pada awal Mei 1938.
Namun tim dokter melakukan observasi penyakit yang diderita dr Soetomo ini, dan baru diketahui jika dr Seotomo alami penyakit kanker hati. Hingga akhir 30 Mei 1938, dr Soetomo menghembuskan napas terakhirnya. "Sayang sekali dr Soetomo yang merupakan bapak pergerakan Indonesia ini tidak bisa merasakan kemerdekaan Indonesia," ucap Rani.
Makam dr Soetomo Bagaimana Nasibnya
Sebelum meninggal, dr Soetomo meminta kepada adik-adiknya untuk dirinya dimakamkan di Surabaya di sekitar rumah perjuangannya. "Karena dr Soetomo sudah cinta dan ingin dimakamkan di Surabaya," ucapnya.
Dimakamkan di Gedung Nasional Indonesia membuat berbagai sanak keluarga dari cucu dari adik-adik dr Soetomo kerap hadir ke makam. "Keluarga selalu hadir setiap 20 Mei," jelas Rani. (*)