KETIK, SURABAYA – Setiap peingatan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal seperti hari ini (16 September 2024) selalu muncul pertanyaan siapa pencetus atau orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabi.
Ada beragam versi terkait awal mula peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagian berpendapat peringatan tersebut dilakukan pertama kali saat dinasti Fathimiyah berkuasa.
Karena tidak ada dalam Alquran maupun Hadist, ada juga pendapat yang menilai peringatan maulid Nabi itu termasuk bidah atau sesat. Menurut mereka, peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan Nabi, para sahabat, atau generasi salaf yang saleh.
Nabi Muhammad SAW
Sejumlah pendapat mengatakan, peringatan maulid malah sudah dilakukan Nabi Muhammad SAW sendiri. Ini membantah pendapat peringatan maulid tidak pernah dilakukan Nabi.
Mengutip NU Online, dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Muhammad Habib Mustofa menerangkan, bila yang dimaksud dengan memperingati secara mutlak, tanpa membatasi ekspresinya, Rasulullah telah mempraktikkannya.
Nabi Muhammad mengagungkan hari kelahirannya dengan melakukan puasa. Dalilnya dari Abu Qatadah RA. Sesungguhnya Rasulullah telah ditanya perihal puasa pada Senin, beliau bersabda, "Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu diturunkan." (HR Muslim).
Para Sahabat Nabi
Pendapat lain mengatakan, para sahabat selalu menghargai hari kelahiran Nabi Muhammad. Mereka berargumentasi melalui kisah penetapan tahun Hijriyah. Ketika itu, para sahabat yang dipimpin Khalifah Umar bin Khattab menyampaikan beberapa peristiwa yang dianggap penting. Sebagian sahabat mengusulkan kelahiran Nabi menjadi awal tahun sebagai peringatan.
Imam al-Sakhawi dalam Al-I'lan bi al-Taubikh li Man Dzamma al-Tarikh menjelaskan, ada empat usulan yang untuk dijadikan acuan penanggalan Islam saat itu. Yaitu kelahiran Nabi, waktu diutus, hijrah, dan waktu kewafatannya. Para sahabat akhirnya memenangkan pendapat waktu hijrah sebagai awal tahun Hijriyah.
Khaizuran
Pendapat lain disampaikan Ahmad Tsauri dalam bukunya berjudul Sejarah Maulid Nabi (2015). Dia menjelaskan, perayaan maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak tahun kedua Hijriah.
Catatan tersebut merujuk pada Nuruddin Ali dalam kitabnya Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa. Disebutlah Khaizuran atau Jurasyiyah binti 'Atha (170 H/786 M) adalah istri Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas sekaligus ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid.
Dengan kekuasaan tersebut, ia datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad di Masjid Nabawi.
Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Mekah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Mekah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Jika di Madinah bertempat di masjid, Khaizuran memerintahkan kepada penduduk Makkah untuk merayakan maulid di rumah-rumah masing-masing.
Jika demikian, berarti itu awal perayaan dalam peringatan maulid Nabi yang digelar umat Islam pada masa Daulah Abbasiyah.
Al-Muiz Lidinillah
Ada juga pendapat dari mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Menurutnya, maulid Nabi diadakan kalangan syiah bernama Abu Tamim Maad Al-Muizz Lidinillah.
“Al-Muiz yang membangun Kota Kairo dan Al-Azhar. Ia merupakan khalifah keempat Dinasti Fatimiyah (341-365 H/952-975 M),” katanya dikutip dari NU online.
Pendapat Said Aqil sejalan dengan ahli sejarah Al-Maqrizy. Dia menyebut perayaan maulid Nabi dimulai ketika zaman Daulah Fatimiyah yang beraliran syiah berkuasa di Mesir.
Bukan hanya maulid Nabi, mereka juga merayakan maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Fatimah binti Ali, maulid Hasan bin Ali, dan maulid Husain bin Ali.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yang membidangi Tarjih, Dr Syamsuddin, menceritakan bahwa Al-Maqrizi dalam kitab Mawa’iz al-I’tibar fi Khitat Misr wa al-Amsar banyak mengutip data-data dari karya Jamaluddin Ibn al-Ma’mun (wafat 517 H/1123 M) terkait asal-usul perayaan maulid di dunia Islam.
"Dari deskripsi al-Maqrizi, dapat dimengerti bahwa asal-usul maulid yaitu perayaan keagamaan yang diselenggarakan oleh dinasti Fatimiyah di Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah pada abad ke-5 H/11 M," jelas Syamsuddin dikutip dari pwmu.co.
Menurutnya, naskah tertua tentang perayaan maulid berasal dari karya al-Ma’mun itu. Dialah putra al-Ma’mun Ibn Bata’ihi yang pernah menduduki jabatan perdana menteri di istana khalifah Dinasti Fatimiyah.
Perayaan maulid Nabi saat itu dirayakan tiap 13 Rabiul Awal. Al-Maqrizi menceritakan bahwa pada hari tersebut, khalifah berkenan merayakan kelahiran Nabi akhir zaman dengan membagikan uang sebanyak 6.000 dirham, 40 piring kue, gula-gula, karamel, madu, dan minyak wijen.
"Dalam praktiknya, ada ceramah agama, pembacaan ayat suci al-Qur’an, serta hadiah-hadiah untuk tokoh dan masyarakat secara umum," tambah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Malik Muzhaffar
Selain itu, ada pendapat lain dari sejumlah ulama ternama. Sebut saja, Jalaluddin al-Suyuthi dalam Al-Hawi li al-Fatawi menyebutkan orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabi ialah penguasa Irbil di wilayah Irak bernama Raja Muzhaffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali bin Buktikin (549-630 H).
Ia disebut sebagai seorang raja yang mulia, luhur, dan pemurah. Beliau merayakan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal dengan perayaan yang meriah.
Begitu pun Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah menilai bahwa Raja Muzhaffar termasuk penguasa yang alim dan adil serta memiliki banyak peninggalan yang baik. Di antara peninggalan baiknya yaitu maulid al-Syarif (perayaan maulid yang mulia) setiap Rabiul Awal.
Ditambahkan al-Bakri bin Muhammad Syatho dalam I`anah at-Thalibin, peringatan maulid pada saat itu dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka membaca Al-Qur’an, mendaras sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan selawat dan syair-syair kepada Nabi Muhammad, serta diisi pula dengan ceramah agama.
Salahudin Al Ayubi
Presiden RI sekaligus Ulama besar Nahdlatul Ulama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pernah menyebut Salahudin Al Ayubi merupakan Sultan Mesir dan Suriah sekaligus muslim pertama yang menyelenggarakan maulid Nabi.
Sultan Salahudin Al Ayubi yang pendiri Dinasti Ayubiyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah Hejaz, dan Diyar Bakr itu menyelenggarakan maulid untuk menyemangati kaum muslimin yang tengah berperang melawan pasukan Kristen dalam Perang Salib.
AM Waskito dalam bukunya berjudul Pro dan Kontra Maulid Nabi (2014) menjelaskan, Raja Muzhaffar dan Salahuddin Al Ayubi hidup di masa yang sama. Ternyata mereka berdua juga memiliki hubungan kekerabatan yaitu saudara ipar.
Salahuddin Al Ayubi memiliki saudara perempuan yang bernama Rabiah Khatun binti Ayub yang dinikahkan dengan saudara laki-laki dari Muzhaffar. Wallahualam bissowab.(*)