KETIK, BLITAR – Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Blitar bersama dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar terus berupaya melakukan penertiban areal tebu liar.
Upaya tersebut salah satunya dengan melaksanakan kegiatan pembahasan dan penandatanganan perjanjian kerja sama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) / Kelompok Tani Hutan (KTH) dan pihak lain.
Kegiatan ini merujuk untuk penyelesaian pemanfaatan kawasan hutan yang tidak prosedural. Kegiatan yang dihadiri oleh para pengurus/pengelola lahan tebu, serta forkopimka dilaksanakan di Cafe Pingka Asri, Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, Rabu (13/9/2023).
Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin, S.Hut secara simbolis tanda tangan kerjasama, Rabu (13/9/2023) (Foto: Favan/ketik.co.id)
"Setelah tempo hari kita minta advice kepada kejari untuk koreksi terkait dengan perjanjian kerja sama (PKS), dari kajian hukumnya secara legal formal tidak merugikan semua pihak. Justru sebaliknya yaitu menguntungkan semua pihak," jelas
Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin, S.Hut.
Menurutnya setelah kita bahas satu per satu pasal krusial, yang sering menjadi bahan negosiasi antara penggarap lahan tebu dengan perhutani, tadi telah sepakat dan ditandatangani perjanjian kerja sama di wilayah PKPL Lodoyo Barat dan Lodoyo Timur. "Besok kita akan berlanjut di PKPH Kesamben, Kecamatan Wates, Panggungrejo, dan sebagainya," ujarnya.
Muklisin mengatakan, pengurus dan perwakilan para penggarap lahan tebu yang disebut yaitu secara keseluruhan di wilayah Lodoyo Barat dan Lodoyo Timur meliputi Kecamatan Sutojayan, Kecamatan Wonotirto, dan Kecamatan Panggungrejo.
Selanjutnya tidak hanya dari pihak Perhutani bersama LMDH/KTH saja kerja sama ini dibentuk, namun dengan Koperasi yang akan mewadahi pembeli hasil tebu serta pabrik gula sebagai pengolah.
"Yang pasti di sini upaya penyelamatan uang negara dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) maupun sharing hasil akan kita upayakan optimal di tahun ini," ujarnya.
Setelah diberlakukan kerja sama ini, Muklisin memastikan tidak akan ada kerugian yang ditanggung oleh pihak penggarap lahan tebu.
"Bukan mengalami penurunan pendapatan, tetapi mereka (penggarap lahan tebu) akan membayarkan hak negara seperti sebagaimana ketentuan yang berlaku," terangnya.
Muklisin juga menegaskan pengembalian fungsi lahan hutan dengan penanaman kembali pohon tegakan akan dimulai pasca musim tanam tebu musim depan harus sudah terealisasi.
"Seperti poin-poin krusial yang telah kita bahas tadi, pertama kita sepakat bahwa tebu eksisting yang ada di hutan produksi akan ditata kembali. Ditata dengan pola double teack agar tidak hanya ada tebu, melainkan ada tanaman tegakan untuk mengembalikan fungsi ekologi hutan," ujarnya.
"Dengan rancangan dalam lahan satu hektare, ada sekitar seribu tanaman tegakan. Berbagai jenis tanaman tegakan seperti Kayu Putih, Jati, Balsa, maupun tanaman tegakan sejenisnya," jlentrehnya.
Muklisin melanjutkan, hutan lindung yang ada tebu eksisting setelah panen, selanjutnya harus dikembalikan fungsinya sebagai hutan lindung. Dengan cara menanam tanaman pokok kehutanan, serta tanaman pohon buah berkayu agar hasil buahnya bisa bermanfaat.
"Hasil kesepakatan selanjutnya, ada komitmen untuk membayar PNBP sebagaimana ketentuan yang berlaku. Kemudian, sharing hasil ke Perhutani sebesar 10 persen untuk proses pembelajaran dan penataan. Ini adalah sebagai bentuk kepedulian kita untuk pemberdayaan masyarakat secara nyata," lanjutnya.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Blitar Prabowo Saputro mengatakan hal senada. "Sesuai petunjuk Pak Kajari, kita mendampingi pihak Perhutani terkait dari awal pihak Kejaksaan ada PKS dengan pihak Perhutani terkait penyelesaian perdata tentang penertiban pengelola lahan tebu liar khususnya di wilayah Blitar Selatan," katanya.
Menurut Prabowo, dalam kegiatan ini pihaknya ikut mengawal. Bagaimana nanti ada klausul-klausul dan sanksi-sanksinya, seandainya ada indikasi tindak pidana, kejaksaan akan kawal dan proses sebagaimana tugas pokok sebagai aparatur hukum.
"Akan tetapi penegakan hukum itu adalah opsi terakhir, karena kita akan selalu mengedepankan persuasif. Artinya ada upaya keperdataan seperti di klausul-klausul yang ada pada perjanjian yang disepakati tadi," pungkasnya. (*)