KETIK, YOGYAKARTA – Salah satu direksi PT GMS Yogyakarta berinisial Sk dilaporkan ke Polda DIY. Laporan bernomor LP/B/951/XII/2023/SPKT/POLDA D.I YOGYAKARTA ditangani oleh Dikrimsus Polda DIY. Sementara pelapornya merupakan pengusaha ternama juga yakni Anton Yuwono, owner LBC Grup.
Penasihat hukum Anton Juwono, pemegang saham besar di PT GMS sekaligus lawyer beberapa pemegang saham lainnya (pemegang saham mayoritas) di PT GMS, Imanuel Deipha, Kamis (14/12/2023) menyebutkan PT GMS adalah perusahaan yang menaungi bidang usaha perhotelan dan mall di DIY.
Permasalahan tersebut bermula dari para pemegang saham mayoritas berinvestasi berupa uang dalam bentuk saham di PT GMS. Ada yang mulai tahun 2010, tahun 2013 dan sebagainya.
Kejanggalan timbul ketika dalam kurun waktu 10 sampai 13 tahun tersebut para pemegang saham hanya dibagi deviden sebanyak dua kali. Menurut keterangan direksi PT GMS, kondisi itu lantaran PT masih merugi.
"Menjadi semakin janggal, karena di tengah kondisi yang kata Direksi sedang merugi tiba-tiba di tahun 2019 Direksi melakukan pembelian satu aset berupa hotel bintang tiga di bilangan Tegalrejo Yogyakarta," sebut Imanuel Deipha.
Padahal kalau kondisi PT sedang merugi, menurut Imanuel, harusnya justru melakukan upaya efisiensi dan meningkatkan hasil usahanya terlebih dahulu.
Ia mengungkapkan pembelian hotel tersebut juga cacat hukum. Ternyata hotel yang dibeli dalam status dijaminkan di salah satu bank. Sementara dalam transaksi tersebut tidak ada izin dari Kreditur pemegang hak tanggungan, dalam hal ini adalah bank tersebut.
"Perlu diketahui, jual beli aset yang menjadi jaminan harus mendapatkan izin tertulis dari pemegang hak tanggungan untuk dapat ditransaksikan kepada pihak lain," imbuhnya.
Selain itu, perlu diketahui pula terlapor SK ini adalah pemilik hotel bintang 3 di Tegalrejo tersebut yang di bawah naungan PT MPM, Sehingga, sebut Imanuel, transaksi tersebut sarat dengan konflik kepentingan.
Ia memaparkan, transaksi tersebut bermula ketika Perseroan menawarkan saham disetor sejumlah 50 lembar. Atas penawaran tersebut salah satu terlapor yang berinisial SK mengambil 24 lembar dengan pembayaran pada mulanya menggunakan cek/bilyet giro.
"Cek/BG hanya bisa dicairkan 1 lembar dan entah bagaimana ceritanya, Direksi bermanuver dengan mengadakan tukar guling hotel bintang 3 tadi (milik SK) tanpa sepengetahuan para pemegang saham sebelumnya untuk menggantikan pembayaran cek/bg yang tidak cair tersebut," terangnya.
Atas tukar guling tersebut saham SK di PT GMS bertambah sebanyak 23 lembar. Di satu sisi menurut keterangan Direksi PT GMS yang dulu melaksanakan transaksi yakni GSS. Dia merasa dikelabuhi oleh terlapor SK.
Namun baru diketahui dikemudian hari kalau harga sebenarnya hotel bintang 3 yang dibeli sekitar Rp 22 miliar. Sedangkan pada waktu akan dilakukan tukar guling, Sk mengaku hotel tersebut seharga Rp 45 miliar.
"Kejanggalan-kejanggalan inilah yang menimbulkan dugaan adanya tindak pidana yang dilakukan secara bersama sama antara pemilik hotel bintang 3 tadi dan Direksi PT GMS," sebut Imanuel.
Sehingga transaksi yang dilakukan dengan penuh konflik kepentingan tersebut, sebut Imanuel menguntungkan salah satu pihak yakni terlapor Sk.
Selain itu, Imanuel juga mengaku mendapatkan informasi, kalau hal serupa juga dilakukan terlapor di perusahaan lainnya. Kemudian oleh pemegang sahamnya juga telah dilaporkan ke aparat kepolisian untuk mendapatkan tindak lanjut dan keadilan. Di akhir keterangannya Imanuel berharap, dengan adanya Laporan Polisi tersebut perbuatan curang yang demikian tidak terjadi lagi di Yogyakarta.
Terpisah saat dikonfirmasi, Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda DIY AKBP Verena Sri Wahyuningsih, membenarkan soal adanya laporan ini.
"Benar Polda DIY menerima laporan 951. Saat ini tahap pemeriksaan saksi-saksi," jawab Verena singkat. (*)