KETIK, SURABAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur akan memiliki Pusat pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya dan beracun (PPSLB3) di Mojokerto. Setelah izin pramerkarsadan perlarutan teknis dari Kementerian LHK keluar. Sedang proses uji emisi selesai sebelum pembukaan pada Juni mendatang.
Perizinan tersebut sudah diajukan Pemprov Jatim sejak setahun yang lalu. Namun memerlukan beberapa proses yang panjang hingga akhirnya izin sudah keluar.
Kepala DLH Jatim Jempin Marbun menjelaskan pada 30 Desember lalu, izin pramakarsa dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim ke PT Pratama Jatim Lestari (PJL) disetujui. Sementara pada 13 Februari izin teknis untuk 61 jenis model limbah juga disetujui oleh KLHK.
"Sekarang pengerjaan proses penyiapan operasional sudah bisa dilakukan oleh PT PJL," ucap Jempin, Selasa (7/3/2023).
Menurut Jempin DLH Jatim fokus pada sertifikasi lahan seluas 50 hektar iyang diajukan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah proses itu kelar operasional pengolahan limbah B3 itu bisa berjalan penuh.
Dirut PT Pratama Jatim Lestari (PJL) Haries Purwoko mengatakan, kemarin berlangsung proses uji emisi TBT untuk mesin insecenator. "Prosesnya akan berlangsung sampai 15 Maret ," ucapnya.
Setelah proses selesai, lanjut Haries, akan keluar surat kelayakan operasionalnya atau (SLO). Proses ini memakan waktu 1 sampai 1,5 bulan.
Menurut Haries untuk persiapan kebutuhan listrik dari PLN dan air dari PDAB sudah proses. Air sudah masuk, dan jaringan listrik akan rampung minggu depan. Dengan demikian sebenarnya proses operasional mesin ⁰sudah bisa dilakukan. "Rencananya akan dioperasionalkan pada 5 Juni mendatang," katanya. Peresmian akan langsung dilakukan oleh Gubernur Jatim Khofifah.
Dalam proses operiasional awal, lahan yang digunakan lima hektar. Dengan tiga mesin pembakaran dan pengolahan limbah B3. "Semuanya saat ini sudah rampung dan siap dioperasikan,"ujarnya.
PPSLB3 milik pemprov ini akan mampu mengolah 161 kode limbah. Dalam sehari, mesin bisa mengubah limbah berbahaya dan beracun hingga 12 ton menjadi abu. "Sebuah solusi yang akan mengatasi persoalan limbah medis yang selama ini terpusat di cilengsi, Jabar " ujarnya (*)