KETIK, SIDOARJO – Kontroversi soal mutasi dan pembatalan mutasi 495 pejabat Pemkab Sidoarjo menuai sorotan aktivis antikorupsi. Java Corruption Watch (JCW) mengirim surat laporan dan minta Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) mencermati proses mutasi yang dinilai tidak sehat. Akibatnya, mutasi itu dibatalkan karena melanggar UU Pilkada No. 10 Tahun 2016.
Selain dikirim ke Kemdagri, laporan JCW itu juga ditembuskan ke Bupati Sidoarjo, Badan Kepegawaian Daerah Sidoarjo, serta media massa. Ketua Umum JCW Sigit Imam Basuki menyatakan dirinya telah mengirim surat laporan ke Kemdagri. Isinya, antara lain, pengisian jabatan di Pemkab Sidoarjo yang menjadi keresahan aparatur sipil negara (ASN). Selain itu, mengundang sorotan masyarakat.
Misalnya, jabatan Sekda yang dibiarkan kosong 2 tahun kemudian diisi. Tapi, pelantikannya ternyata melanggar aturan pasal 71 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Ada juga mutasi terhadap Camat Wonoayu ke jabatan lain. Namun, jabatan Camat Wonoayu dibiarkan kosong dan diisi sekretaris kecamatan sekaligus Plt camat .
”Kami harus menyampaikan hal ini ke Kemdagri. Karena itu berkaitan dengan kepentingan pelayanan masyarakat.” jelas Sigit Imam.
Kekosongan jabatan di Pemkab Sidoarjo sudah berlangsung lama. Banyak jabatan strategis lowong ditempati Plt (pelaksana tugas). Seharusnya secepatnya jabatan itu diisi. Sebab, banyak ASN yang sebenarnya layak secara kompetensi, pangkat, dan golongan untuk mengisinya. Ada indikasi pengelolaan pemerintahan tidak profesional.
Nah, pada 22 Maret 2024, ternyata ada pelantikan 495 pejabat secara serentak. Pelantikan dilakukan Jumat malam. Ratusan pejabat itu pun sudah pindah ke tempat tugas masing-masing. Belakangan diketahui ternyata pelantikan itu melanggar aturan UU Pilkada.
”Sesuai Permendagri No. 73 Tahun 2016 mengingatkan gubernur, bupati, dan wali kota untuk tidak melakukan penggantian pejabat 6 bulan setelah tanggal penetapan pasangan calon pilkada serentak 2024,” papar Sigit Imam.
SE Mendagri 29 Maret 2024 Nomor 100.2.1.3/1575/SJ mempertegas aturan tersebut. JCWmenanyakan kepada Kemdagri. Apakah penggantian pejabat pada 22 Maret itu telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Kemdagri. Sebab, pelantikan itu sudah dibatalkan oleh sekretaris daerah pada 16 April. Kemudian ada surat lagi pada 19 April.
”Kami berharap Menteri Dalam Negeri tidak memberikan surat rekomendasi/surat izin pengesahan penggantian pejabat itu,” tegas Sigit Imam.
Sebelumnya, Komisi A DPRD Sidoarjo memanggil pejabat Pemkab Sidoarjo agar hadir pada Senin (22/4/2024). Pemanggilan dilakukan merespons keresahan ASN. Mereka mengaku kebingungan dengan keabsahan mutasi. Mutasi pada 22 Maret ternyata dibatalkan. Padahal, mereka sudah pindah ke tempat tugas baru. Kemudian ada lagi surat pelaksanaan pembatalan penggantian jabatan. Para pejabat itu pun khawatir. Keabsahan tanda tangan dan kebijakan mereka. Tindakan jabatan bisa berisiko hukum di kemudian hari.
”Kami berharap masalah ini segera klir. Agar para ASN bisa bekerja dengan tenang,” kata Ketua Komisi A DPRD Sidoarjo H Damroni Chudlori MSi. (*)