KETIK, MALANG – Fenomena pekerja anak sampai kini masih dijumpai di Kota Malang. Dari sore hingga malam hari, dapat dijumpai seorang anak membawa sekotak berisi bakpao di pinggiran Jalan Sukarno-Hatta, Jalan Ijen, maupun di kawasan Jalan Veteran.
Pemerintah Kota Malang melalui Satpol PP telah berulang kali mengamankan para anak pekerja yang berkeliaran. Namun peristiwa tersebut terus berulang meskipun dengan anak yang berbeda.
"Kegiatan kerja non formal termasuk anak yang dipekerjakan seperti penjual kue, itu yang jadi perhatian khusus. Apalagi di fasilitas umum jadinya kelihatan mencolok. Itu yang akan kita bina, selama ini pembinaan ke orang tua," ungkap Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinsos-P3AP2KB) Kota Malang, Donny Sandito, Sabtu (17/5/2023).
Donny mengungkapkan, hingga kini belum ditemukan bukti terkait pihak yanb mempekerjakan anak tersebut. Tiap kali dilakukan penindakan oleh Satpol PP, mereka berdalih bahwa yang dilakukan berdasarkan kehendak pribadi.
"Selama ini info dari Satpol PP, bukti (dipekerjakan) belum ada. Setiapmkali Satpol PP jaring razia, mereka menyampaikan bahwa itu kehendak sendiri," lanjutnya.
Kendati demikian, Dinsos-P3AP2KB Kota Malang tengah menelusuri tujuan pekerja anak tersebut berjualan hingga tengah malam. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan sosialisasi di lembaga pendidikan.
Hal tersebut dilakukan supaya tenaga pendidik juga turut memastikan kegiatan siswanya di luar sekolah.
"Kalau dalam waktu dekat, kita sosialiasi khususnya ke lembaga pendidikan karena anak-anak masih banyak yang usia sekolah. Kita harapkan tenaga pendidik juga tahu kegiatan anak-anak di luar sekolah, paling tidak mengidentifikasi," sambung Donny.
Sementara itu, Ketua Komunitas Anak Bangsa, Yuni Kartikasari mengungkapkan bahwa jumlah pekerja anak di Kota Malang telah berkurang.
"Sekarang jumlahnya berkurang, kalau dulu kan banyak, ada yanh rombongan juga. Artinya, sekarang kita menghitung pekerja anak yang riil itu tidak bisa. Mereka ada yang jualan terus menerus, terkadang ada juga yang jualan untuk memanfaatkan momen liburan, jadi tidak pasti. Itu yang bikin kita bingung (untuk menjaring). Kira-kira jumlah mereka puluhan, tidak sampai ratusan," ungkap perempuan yang akan dipanggil Yuyun.
Komunitas Anak Bangsa juga memiliki anak-anak binaan. Beberapa anak binaannya sempat menjelaskan alasan mereka berjualan. Beberapa di antaranya untuk tambahan uang jajan, hingga membantu perekonomian orang tua.
"Kalau katanya, mereka membantu ekonomi orang tua. Tapi sebagian ada yang memang dipakai untuk jajan. Ada juga orang tuanya saya tanya, katanya sudah dilarang tapi mungkin karena mereka (pekerja anak) ingin internetan, tidak punya wifi. Spesifiknya yang di luar Komunitas Anak Bangsa, itu kita tidak tahu pasti. Tapi yang saya lihat itu (alasannya) beda-beda," sambung Yuyun.
Setiap penjualan satu bakpao, anak pekerja mendapatkan upah sebesar Rp 1.000. Yuyun berharap dapat mengumpulkan data yang lebih lengkap mengenai pekerja anak di Kota Malang.
"Mereka (binaan Komunitas Anak Bangsa) itu sebenarnya rajin. Jadi yang harus saya lakukan adalah pendampingan, soalnya kebanyakan orang tuanya tidak mau tahu anaknya sekolah atau tidak. Saya itu maunya anak-anak ini bisa sekolah, jadi saya juga mau memotivasi ke orang tuanya," pungkasnya. (*)