KETIK, REJANG LEBONG – Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang menghapus skripsi sebagai syarat kelulusan mahasiswa S1, masih memicu polemik di kalangan perguruan tinggi.
Seperti pendapat yang diutarakan akademisi IAIN Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang belum sepenuhnya sepakat atas kebijakan Mas Menteri, sapaan akrab Mendikbud Nadiem Makarim.
Savriansyah, M.Ag, salah satu dosen IAIN Curup ikut mengkritisi argumentasi yang digunakan Mas Menteri dalam membuat kebijakan penghapusan skripsi sebagai syarat wajib kelulusan mahasiswa S1.
"Tidak segampang itu untuk mengubah sistematika aturan tugas akhir mahasiswa terkait ujian yang sudah bertahan dari tahun ke tahun," ujar Savriansyah.
Menurutnya, penghapusan skripsi sebagai syarat wajib kelulusan mahasiswa S1 membutuhkan proses yang tidak mudah dan harus dikaji secara mendalam.
"Ada proses dan ada tantangan tersendiri dalam mengubah, kebijakan itu," ujarnya.
Pendapat sedikit berbeda dikemukakan Dita Veroylna, M.Ikom selaku ketua sidang skripsi mahasiswa Prodi KPI Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Curup.
"Adanya skripsi dan tidak adanya skripsi bagi mahasiswa, tentu ada nilai positif dan ada nilai negatifnya. Terlebih siapa sih yang tidak tahu bahwa skripsi, dari dulunya adalah tugas akhir mahasiswa untuk menjadi sarjana," ujar Dita, saat dikonfirmasi ketik.co.id di Ruang Sidang FUAD, Kamis (31/8/23).
Seperti diberitakan sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, syarat kelulusan mahasiswa S1 tidak harus melalui skripsi.
"Kalau kita ingin menunjukan kompetensi dalam bidang yang technical, apakah penulisan karya ilmiah yang di-publish secara scientific itu adalah cara yang tepat untuk mengukur kompetensi dia dalam technical skill itu?," ujar Mas Menteri saat melontarkan pertanyaan retoris, seperti dikutip dari kanal youtube Kemdikbud RI Selasa 29 Agustus 2023.
Dengan adanya banyak program studi, Nadiem menilai tidak semua kompetensi dapat diukur melalui skripsi.
"Kompetensi lulusan ini salah satu yang paling game changing," kata Nadiem.
Ia pun memutuskan bahwa penilaian kelulusan diserahkan ke setiap program studi di perguruan tinggi.
"Jadi sekarang, Bapak Ibu, kompetensi ini tidak dijabarkan secara rinci lagi. Perguruan tinggi yang dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi. Dan Bapak Ibu, tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe, bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya, ya, tidak hanya skripsi, tesis, atau disertasi," kata Nadiem.(*)