Mediasi Pasien dan RSU Queen Latifa Sleman Terkait Layanan BPJS Berhasil, Kronologinya Bisa Buat Pelajaran

Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: M. Rifat

19 Januari 2024 14:32 19 Jan 2024 14:32

Thumbnail Mediasi Pasien dan RSU Queen Latifa Sleman Terkait Layanan BPJS Berhasil, Kronologinya Bisa Buat Pelajaran Watermark Ketik
Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang RS Queen Latifa Yogyakarta dr Amien Mujib Bahrudin bersalaman dengan pasien a.n Abdul Muntholib bersama pihak terkait lainnya usai mediasi (19/1/2024 (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)

KETIK, YOGYAKARTA – Rumah Sakit Umum Queen Latifa, Sleman, Yogyakarta, Jumat (19/1/2024) melakukan mediasi untuk menindaklanjuti pengaduan salah satu keluarga pasien atas nama Abdul Muntholip terkait penggunaan kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dalam mediasi yang dihadiri langsung wartawan Ketik.co.id ini, terungkap bahwa kejadian tersebut masuk dalam katagori high risk. Salah satu faktornya pasien merupakan peserta BPJS Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Perwakilan dari BPJS, R Luhur Budiman berharap mediasi terkait keluhan pasien mendapatkan solusi yang terbaik. "Mediasi ini dilakukan karena ada keluhan dari bapak Abdul Muntholib. Mohon maaf, kesempatan sebelumnya sempat deadlock. Kami BPJS tidak bisa kasih jawaban takut salah dan minta mediasi," tuturnya.

Mewakili keluarga pasien, Wahyu Kurniawan menyebut mediasi tersebut menjadi jalan keluar. Ia berharap upayanya sejak Desember 2023 dapat meringanan beban kerabatnya yakni pasien atas nama Abdul Muntholip.

Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang RS Queen Latifa, Yogyakarta dr Amien Mujib Bahrudin berpendapat dengan mediasi ini ia berharap permasalahan termasuk aduan tersebut bisa terfasilitasi dan terselesaikan dengan baik.

Foto Wahyu Kurniawan (baju putih) kerabat pasien yang komplain menyampaikan bukti berkas dihadapan Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang RS Queen Latifa Yogyakarta dr Amien Mujib Bahrudin. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)Wahyu Kurniawan (baju putih) kerabat pasien yang komplain menyampaikan bukti berkas dihadapan Wakil Direktur Pelayanan dan Penunjang RS Queen Latifa Yogyakarta dr Amien Mujib Bahrudin. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)

Terkait keluhan tersebut, Amien Mujib menyebut pihaknya saat itu sudah melakukan pelayanan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. "SOP terkait putusan penjaminan itu ditentukan di awal. Didasari dari PMK yang berlaku. Dalam SOP General Consent, melakukan konfirmasi dan menata laksana atau memastikan bahwa wali/pasien memahami mekanismenya," terangnya.

Namun, ia tekankan, sepertinya ada perubahan keputusan dari keluarga pasien dan tidak ada konfirmasi sampai dengan waktu yang ditentukan.

Masih menurut Amien Mujib, sebenarnya jika disampaikan siapa penjamin pada saat pendaftaran, pihak RS pasti akan mencoba untuk membantu.

"Saat ini, kita mencoba mencari jalan tengah. Dari klinis layanan pasien atas nama Abdul Mutholip sudah sesuai. Kemudian dari segi administratif pada prinsipnya RS siap melakukan follow up, apabila diperkenankan oleh BPJS," jelasnya.

Ia mengungkapkan bahwa RS bisa memberikan keringanan administratif (penyesuaian atau kekhususan), dan tidak menganggap bahwa hal ini tidak sebagai wanprestasi dari layanan RSU Queen Latifa.

Namun pernyataan ini kembali ditanggapi oleh Wahyu Kurniawan. Menurut Wahyu, pasien tersebut di awal masuk RS ditolak menggunakan jaminan BPJS. Hal ini sesuai dengan kronologi versi kakaknya Abdul M.

Menurut kakak pasien ini, saat ia mengantar adiknya ke RS Oktober 2023 lalu, oleh dokter jaga UGD dibilang tidak bisa memakai BPJS. Kemudian ia disuruh ke pendaftaran dan dijelaskan bahwa BPJS nya tidak bisa dan harus mengurus Jasa Raharja dan surat dari Kepolisian.

Ia kemudian menelpon keluarga di rumah lantas diputuskan untuk menggunakan pendaftaran jalur umum. Namun istri pasien ini tidak mengira kalau suaminya sampai operasi. Mengetahui harus operasi, istri Abdul M kemudian mengurus surat di Jasa Raharja. Menjelang satu hari sebelum pasien pulang dari RS, saat ke kasir di beri informasi besaran biayanya mencapai Rp 20 jutaan. Selanjutnya ia ditanya mempunyai sertifikat tanah untuk jaminan atau tidak. Sehingga biayanya bisa diangsur.

Wahyu menekankan, dokter jaga saat itu mengatakan tidak bisa menggunakan BPJS. Padahal pasien ini merupakan korban kecelakaan tunggal. Selanjutnya keluarga mencari surat keterangan dari Kepolisian tertanggal 22 Oktober begitu juga dari Jasa Raharja.

"Namun, kenapa saat untuk kontrol ternyata jaminan dari BPJS berlaku?, jadi bisa disimpulkaan, adanya komunikasi yang kurang baik antara RS dengan keluarga pasien," kata Wahyu.

Begitupun pada saat minta keringanan, menurut petugas terkait, kartu BPJS pasien tersebut juga masih aktif.
Wahyu kemudian berpesan, sebaiknya ke depan petugas UGD tidak memberikan informasi, jika memang bukan kewenangannya. Sementara bagian pendaftaran juga harus dengan detail dalam memberikan penjelasan. Ia kemudian berharap hal ini bisa tercover, uang yang sudah dibayarkan oleh pasien dapat dikembalikan.

Foto Suasana mediasi. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)Suasana mediasi. (Foto: Fajar Rianto / Ketik.co.id)
 

Perwakilan BPJS lainnya, Gallaeh menyampaikan, setelah mendengarkan kronologi, RS dalam menyampaikan informasi tidak lengkap, dan pihak keluarga menerima informasi kurang pas (beberapa informasi tidak sampai). Sehingga Gallaeh menyimpulkan, ada miss komunikasi antara pihak RS dan keluarga pasien. Namun sebetulnya RS sudah menjalankan pelayanan sesuai aturan.

Sementara dr Niyar Lestari perwakilan dari BPJS lainnya menambahkan untuk pelayanan rawat inap, status kepesertaan harus disampaikan di awal. Sementara pihak RS harus memastikan penjaminannya. Selanjutnya jika menggunakan JKN maka diberi waktu 3X24 jam untuk memberikan kelengkapan administratif. 

"Untuk kasus kecelakaan, penjamin adalah Jasa Raharja. Namun jika kecelakaan tunggal menjadi jaminan BPJS dengan melampirkan surat dari Kepolisian dan penolakan dari Jasa Raharja," terangnya.

Ia sebutkan juga apabila ada keluhan, bisa menghubungi Petugas Pelayanan Informasi dan Penanganan Pengaduan (PIPP) BPJS yang foto maupun informasi Contact Personnya ada di area RS ataupun Klinik.

Kembali perwakilan dari BPJS yang lain Antonius W menambahkan, kalau kejadian ini menjadi konsen dari Kepala Cabang untuk segera ditindaklanjuti. Dalam kesempatan ini Anton juga menyampaikan, BPJS tidak bisa menjadi institusi yang superior. BPJS berdiri 4 pilar dalam JKN yakni regulator, peserta, fasilitas kesehatan, pembayaran (BPJS).

"Tidak ada yang salah, baik dari pihak RS ataupun pasien. Namun, lebih ke arah menyepakati untuk kebaikan bersama," tegasnya.

Mediasi ini berlangsung tertib dan lancar serta menghasilkan kesepakatan antara lain, untuk penjamin pelayanan pasien a.n Abdul Muntholip dialihkan menggunakan JKN. Sedangkan menyangkut Surat Eligibilitas Peserta (SEP) akan dibantu oleh Antonius dari BPJS. Kemudian pembiayaan pasien yang sudah dibayarkan ke RSU Queen Latifa bisa dikembalikan ke pasien.

Selanjutnya pihak RSU Queen Latifa bisa mengajukan penjaminan pelayanan Abdul Mutholip ke BPJS. Serta pihak keluarga pasien dimohon melengkapi persyaratan administratif.

Menanggapi hal tersebut, Wahyu K mengucapkan terima kasih kepada TIM BPJS dan RSU Oueen Latifa atas atensi yang bagus, dan respon cepat. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait yang sudah berkenan hadir dalam acara mediasi tersebut. (*)

Tombol Google News

Tags:

BPJS Kesehatan RSU Queen Latifa Sleman Dinkes Sleman Komplain JKN Laka Tunggal Mediasi