KETIK, BATU – Beberapa warga nampak khusyuk menunaikan Sholat dhuhur di Masjid Al Mukhlisin Dusun Macari Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kota Batu Jawa Timur. Siapa sangka, masjid yang saat berdiri megah itu merupakan masjid tertua di Kota Batu.
Memang, saat ini masjid yang berdiri pada 1790 masehi itu telah banyak mengalami renovasi. Sehingga sudah tidak nampak sebagai masjid yang telah berumur 234 tahun. Ketua Ta'mir Masjid Al Mukhlisin, Choirul Anam menceritakan, masjid itu dibangun oleh Mbah Matsari atau KH Zakaria murid Pangeran Diponegoro.
Menurutnya, Masjid Al Mukhlisin berdiri sejak zaman Perang Diponegoro. "Dulunya, masjid ini masih berbentuk joglo sebagaimana arsitektur masjid-masjid yang ada di Demak," katanya. Jejak masa lampau yang bisa dijumpai di Masjid Al-Mukhkisin hingga saat ini adalah mihrab atau tempat imam sholat beserta ornamen berbahan kayu jati.
Menurut Choirul, bangunan mihrab kuno tersebut tetap dipertahankan meskipun pihaknya membangun mihrab baru.Begitu pula, ornamen kayu jati yang asli seperti dulu. "Mbah Matsari salah satu bedah kerawang (pendiri dusun) sehingga lama kelamaan karena lidah orang Jawa yang susah menyebut kata arab, maka jadi Macari," urainya.
Penampakan mihrab Masjid Al Mukhlisin Dusun Macari Desa Pesanggrahan Kecamatan Batu Kota Batu Jawa Timur. (Foto: Sholeh/ketik.co.id)
Dihimpun dari berbagai sumber, Mbah Matsari diutus Pangeran Diponegoro untuk berdakwah di wilayah timur Jawa. Singkat cerita, setelah berkelana ia menemukan kolam atau belumbang. Maka disitulah ia bersama pengikutnya mendirikan masjid dan pondok.
Kolam tersebut saat ini dikenal masyarakat dengan nama Blumbang Macari yang berada tidak jauh dari Masjid Al Mukhlisin. "Saat ini, Blumbang Macari tetap difungsikan sebagai kolam. Kadang anak anak suka bermain di sana" tambah Choirul.
Masjid Al Mukhlisin telah mengalami renovasi sebanyak Lima kali. Diketahui dari prasasti renovasi yang dimiliki takmir masjid, menyebutkan renovasi dilakukan pada 1824 dan 1866 yang dilakukan oleh Mbah Matsari. lalu, tahun 1966, 1980 dan terakhir pada 2013.
Choirul menuturkan, saat renovasi masjid Al Mukhlisin, warga memotong salah satu kayu jati yang digunakan sebagai pilar bangunan. Tak disangka di dalamnya seikat batang lidi. Dikatakannya, warga percaya penanaman batang lidi itu memiliki nilai filosofis dan spiritual dalam pendirian masjid tersebut. "Batang lidi yang kami temukan dikembalikan, ditanam lagi. Meskipun tiang penyangga dari kayu jati yang semula itu diganti dengan pilar cor," sebutnya. (*)