KETIK, SIDOARJO – Waktu kampanye yang pendek menjadi masa-masa krusial akan terjadinya pelanggaran pemilu. Bawaslu Sidoarjo membekali panwascam dengan pengetahuan dan cara mengidentifikasi potensi kerawanan maupun cara mencegah pelanggaran tahapan kampanye pemilu. Politik uang dan penyalahgunaan medsos menjadi perhatian.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI (2017—2022) Abhan SH MH menjadi narasumber rapat koordinasi tersebut di Hotel Aston, Sidoarjo, pada Minggu (22/10/2023). Dia menyampaikan berbagai hal penting dan detail tentang kampanye. Ada pula Jamil SH MH, mantan komisioner Bawaslu Sidoarjo yang menyampaikan materi tentang sengketa pemilu. Termasuk, sengketa yang pernah ditangani Bawaslu Sidoarjo.
Menurut Abhan, ada beragam jenis kampanye, potensi-potensi pelanggaran kampanye, hingga isu-isu krusial lain terkait kampanye pemilu. Saat ini, ada berbagai model kampanye. Semuanya lazim digunakan oleh peserta kampanye.
Ada pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, penyebaran bahan dan pemasangan alat peraga kampanye, pemasangan iklan, di media, debat pasangan calon, maupun penggunaan media sosial.
Masa kampanye pada Pemilu 2024 ini tergolong pendek. Hanya 75 hari. Yakni, 28 November hingga 10 Februari. Melihat masa kampanye yang cuma 75 hari, dia berpendapat, penggunaan media sosial sangat tinggi. Cara itu menjadi pilihan peserta pemilu.
”Di antara 270 juta penduduk Indonesia saat ini, 60 persennya aktif di media sosial. Anyone (setiap orang) bisa menulis apa pun di media sosial,” paparnya dalam kegiatan yang digelar Bawaslu Sidoarjo itu.
Beragam masalah juga bisa terjadi dengan masa kampanye yang pendek 75 hari ini. Di antaranya, kegiatan kampanye di luar jadwal. Lebih-lebih, ada jeda waktu rawan pelanggaran. Yaitu, 25 hari antara penetapan daftar calon tetap (DCT) 3 November dan mulainya masa kampanye 28 November.
Yang juga rawan terkait pendeknya masa kampanye adalah beban kerja penyelenggara (ad hoc) yang berat dan menumpuk. Mereka riskan mengalami kelelahan.
”Pengalaman Pemilu 2019, ada 894 orang meninggal dan 5.175 orang sakit,” ungkap Abhan.
Dia juga menyebutkan isu-isu krusial lain terkait potensi pelanggaran kampanye ini. Macam-macam bentuknya. Dari penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, politisasi SARA dan politik identitas, penyalahgunaan wewenang, netralitas aparatur sipil negara (ASN), serta money politics (politik uang).
Abhan memprediksi, politik uang ini masih banyak terjadi. Praktik ini juga menjadi cikal bakal suburnya korupsi. Ibarat ayam dan telur. Korupsi tidak dapat dihapus jika masih marak politik transaksional. Peserta pemilu dan masyarakat harus sama-sama berkomitmen memberantasnya.
”Mengatasinya tidak hanya secara hukum, tapi perlu juga secara kultural,” terang Abhan.
Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Sidoarjo Moeh. Arief menjelaskan, rapat koordinasi pemetaan potensi kerawanan dan pelanggaran kampanye Pemilu 2024 itu bertujuan menyiapkan panwascam untuk memahami potensi kerawanan dan pelanggaran kampanye.
Selain itu, Bawaslu Sidoarjo mengimbau partai politik peserta pemilu untuk memahami aturan kampanye. Sehingga, kampanye Pemilu 2024 bisa dilakukan sesuai dengan Peraturan KPU No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum.
Bawaslu Sidoarjo mengundang 125 orang peserta. Masing-masing 4 orang panwascam (3 komisioner dan 1 staf) serta ketua dan sekretaris DPC/DPD partai politik se-Sidoarjo. Pembekalan bagi panwascam dan sosialisasi bagi parpol sangat penting. Sebab, di masa kampanye yang sempit, potensi pelanggaran sangat besar.
”Memahami tahapan kampanye dan segala aturannya sangat penting. Agar kampanye dapat dilakukan dengan baik dan riang gembira sebagai pesta demokrasi dengan tetap mengedepankan aturan,” tambah Arief yang mendampingi Ketua Bawaslu Sidoarjo Agung Nugraha. (*)