KETIK, MALANG – Sebagai negara demokrasi, kebebasan berekspresi dan berpendapat warga Indonesia telah dijamin dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun dalam pelaksanaannya, masih ditemukan beberapa kasus yang melanggar hak kebebasan masyarakat.
Dilansir dalam laman resmi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sejak Januari 2022 hingga Juni 2023 terdapat 183 kasus pelanggaran hak atas kebebasan berekspresi. Baik melalui intimidasi, serangan fisik, digital, dan sebagainya.
Dalam kunjungannya ke Universitas Brawijaya (UB), Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly turut menanggapi hal tersebut.
Menurutnya setiap warga Indonesia memiliki kebebasan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah. Namun yang perlu diperhatikan, kritik dapat menjadi keliru jika sampai menginjak harkat dan martabat seseorang.
"Mengkritik kebijakan pemerintah itu boleh, tapi merendahkan harkat dan martabat, itulah yang tidak boleh," ujarnya di hadapan mahasiswa pada Kamis (14/9/2023).
Ia mengingatkan para mahasiswa bahwa kritik dapat dilontarkan mahasiswa dalam menjalankan fungsi sebagai kontrol sosial. Kendati demikian masyarakat tidak dapat melupakan jati diri bangsa yang memegang nilai-nilai Pancasila.
"Sebagai negara yang memegang Pancasila, kita mempunyai nilai dan budaya. Setiap manusia punya harkat dan martabat yang harus dihargai. Tapi mengkritik seseorang sebagai pejabat publik atas kebijakannya itu boleh. Kebebasan yang sebebas-bebasnya adalah anarki," seru politikus PDIP ini.
Sebagai informasi, kedatangan Yasonna ke UB untuk mengisi kuliah umum mengenai bela negara kepada para mahasiswa baru. Dalam penjelasannya, ia menekankan bahwa seluruh mahasiswa harus memiliki rasa bangga sebagai orang Indonesia. Mengingat besarnya pengorbanan para pejuang dan founding fathers dalam merebut kemerdekaan.
"Pesan saya kepada mahasiswa baru, untuk terus menjadi bagian yang merawat bangsa ini dan mewarisi api perjuangan founding fathers kita, cita-cita para pendiri bangsa," ungkapnya.