KETIK, JAKARTA – Buntut masalah anak, mengakibatkan Rafael Alun dicopot jabatannya dari Departemen Keuangan. Dan kini Mahmud MD ikut pantau masalah kekayaan Rafael Alun yang menurutnya ada kejanggalan.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Rafael telah diselidiki oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejak 2012.
Mahfud mengatakan, jumlah harta kekayaan Rafael, ayah Mario memang terindikasi ada kejanggalan, sehingga harus dilakukan proses audit.
"Laporan kekayaan yang bersangkutan di PPATK itu sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti. Jadi itu saja," jelas Mahfud.
Apa yang disampaikan Mahfud MD dibenarkan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, yang dijelaskan langsung kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/2/2023).
Ivan mengaku sudah lama mengendus kejanggalan harta Rafael yang tercatat di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), sebesar Rp 56,10 miliar per 31 Desember 2021.
Menurut Ivan, pihaknya telah menelusuri harta kekayaan Rafael jauh sebelum menjadi perhatian publik saat ini.
"Iya kami sudah serahkan hasil analisis ke penyidik sejak lama jauh sebelum ada kasus terakhir ini," jelas Ivan.
Namun Ivan enggan merinci apa saja hasil analisis PPATK tersebut. Satu yang pasti peningkatan jumlah kekayaannya menjadi sorotan utama.
Harta Rafael tersebut tersingkap oleh publik seiring dengan kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario terhadap anak pengurus pusat GP Ansor bernama David. Mario belakangan diketahui juga gemar pamer harta kekayaan orang tuanya di akun media sosialnya.
Ivan memandang, harta kekayaan Rafael yang tercatat di LHKPN itu tampak tidak sesuai dengan profilnya.
Bayangkan, jumlah hartanya empat kali lebih banyak dari harta Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo yang sebesar Rp Rp 14,45 miliar dan hampir mendekati jumlah kekayaan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sebesar Rp 58,04 miliar, per 31 Desember 2021.
"Yang signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee/perantaranya," jelas Ivan.
Atas hasil analisis PPATK tersebut, kata Ivan telah diserahkan kepada institusi terkait untuk bisa ditindaklanjuti.
Institusi terkait tersebut antara lain diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
"Semua (hasil analisis PPATK) sudah ada di KPK, Kejaksaan Agung, dan Itjen Kemenkeu," jelas Ivan. (*)