KETIK, SURABAYA – Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Gubernur Jatim dan Menteri PUPR dalam perkara melawan Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Ecoton. Para pemohon itu pun diwajibkan memulihkan pencemaran Sungai Brantas. Hal ini membuat Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur (Jatim), Adhy Karyono menerima putusan tersebut.
"Kita ikuti saja. Kalau memang putusannya demikian. Kita lakukan seperti yang ada," ujarnya saat ditemui usai acara Ekspor Festival di Hotel Shangri-La Surabaya, Selasa (7/8/2024).
Adhy menjelaskan jika Sungai Brantas merupakan kewenangan pemerintah pusat sehingga seharusnya anggaran maupun langkah untuk pemulihan dilakukan pusat. Meski begitu, Pemprov Jatim akan ikut memulihkan karena sudah beberapa kali hal itu dilakukan terkait masalah sungai.
"Kalau Brantas sebenarnya kewenangan nasional. Kalau kemudian Brantas (harus dipulihkan), seperti sungai di Lamongan masuk Bengawan Solo kalau ada persoalan kami beri bantuan," katanya.
Pria yang pernah menjabat sebagai Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim ini memberikan contoh jika Pemprov Jatim membenahi bendungan Jero di Lamongan. "Kami lakukan penggantian alat hampir Rp36 miliar meskipun bantuan dari pusat belum turun," jelas Adhy.
Langkah pemulihan tersebut tidak langsung dieksekusi begitu saja akan tetapi Pihaknya harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat terlebih dahulu. Kemudian menganggarkannya secara khusus.
"Kalau memang nanti diminta dari pusat tidak ada anggaran untuk itu (pemulihan brantas), kami juga akan alokasikan. Walaupun sungai itu kewenangan nasional," tegas dia.
Penolakan kasasi itu tertera dalam Putusan MA Nomor : 1190K/PDT/2024 yang diterbitkan, 30 April 2024. Maka, Gubernur Jatim dan Menteri PUPR harus melaksanakan 10 putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 8/Pdt.G/2019/PN.Sby yang dikuatkan oleh Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Timur Nomor 117/PDT/2023/PT.SBY.
Adapun 10 putusan hakim PN Surabaya, satu, memerintahkan para tergugat dalam hal ini Gubernur Jatim dan Menteri PUPR untuk meminta maaf kepada masyarakat di 15 kota/ kabupaten yang dilalui Sungai Brantas atas lalainya pengelolaan dan pengawasan yang menimbulkan ikan mati massal di setiap tahunnya.
Dua, memerintahkan tergugat untuk memasukkan program pemulihan kualitas air sungai Brantas dalam APBN. Tiga, memerintahkan tergugat untuk melakukan pemasangan CCTV di setiap outlet wilayah DAS Brantas untuk meningkatkan fungsi pengawasan para pembuangan limbah cair.
Empat, memerintahkan Para Tergugat melakukan pemeriksaan independen terhadap seluruh DLH di provinsi Jawa timur baik DLH Provinsi maupun DLH Kota/Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, akademisi, konsultan lingkungan hidup dan NGO di bidang pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini pembuangan limbah cair.
Lima, memerintahkan Para Tergugat mengeluarkan peringatan terhadap insustri khususnya yang berada di wilayah DAS Brantas untuk mengelola limbah cair sebelum di buang ke sungai.
Enam, memerintahkan tergugat melakukan tindakan hukum berupa sanksi administrasi bagi industri yang melanggar atau membuang limbah cair yang melebihi baku mutu berdasarkan PP 82/2001
Tujuh, memerintahkan Para Tergugat untuk memasang alat pemantau kualitas air di setiap outlet Pembuangan Limbah Cair di Sepanjang Sungai Brantas, agar memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan memantau industri.
Delapan, memerintahkan tergugat untuk melakukan kampanye dan edukasi masyarakat wilayah sungai Brantas , untuk tidak mengko suami ikan yang mati karena limbah industri.
Sembilan, memerintahkan DLH Kabupaten/Kota untuk melakukan koordinasi dengan industri dalam tata cara pengembalian limbah cair yang menjadi tanggung jawab industri. Sepuluh, memerintahkan tergugat untuk membentuk tim satgas yang beroperasi untuk memantau dan mengawasi pembuangan limbah cair di Jatim. (*)