KETIK, JAKARTA – Pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 2023 atau 1 Syawal 1444 Hijriah tahun ini diprediksi tak serempak antara pemerintah dengan Muhammadiyah. Pihak Kementerian Agama melalui Direktur Jenderal Bimas Islam Kamaruddin Amin pun sempat mengiyakan hal ini.
"Potensi ada (perbedaan Idul Fitri) tapi kita tunggu hasil sidang isbat," kata Kamaruddin saat dihubungi, Kamis (13/4) lalu.
Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada 21 April. Sementara Kemenag bakal menggelar Sidang Isbat untuk menentukan Hari Raya Idul Fitri 2023 atau 1 Syawal 1444 H pada Kamis, 20 April mendatang.
Meski belum ditetapkan pemerintah, Profesor Riset Astronomi-Astrofisika di Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin menilai potensi perbedaan Lebaran 2023 dikarenakan pada saat maghrib 20 April ada potensi posisi bulan di Indonesia belum memenuhi kriteria baru MABIMS.
MABIMS merupakan gabungan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dalam menentukan tinggi minimal hilal, MABIMS menggunakan kriteria 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat.
"Jadi ada potensi perbedaan: Versi [MABIMS] 1 Syawal 1444 pada 22 April 2023, tetapi versi WH 1 Syawal 1444 pada 21 April 2023," kata Thomas menjelaskan.
Perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri bukan peristiwa baru bagi masyarakat Indonesia. Dalam 25 tahun terakhir, tercatat setidaknya lima kali perbedaan antara pemerintah dan Muhammadiyah dalam menetapkan Hari Raya Idul Fitri.
Dikutip dari berbagai sumber, perbedaan Hari Raya Idul Fitri antara pemerintah dan Muhammadiyah sempat terjadi pada 1998. Muhammadiyah merayakan Idul Fitri terlebih dulu pada 29 Januari. Sementara pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri keesokan harinya atau 30 Januari.
Perbedaan lebaran juga terjadi pada 2002. Pemerintah menetapkan 1 Syawal 1423 H kala itu jatuh pada hari Jumat 6 Desember 2002. Sementara Muhammadiyah sudah berlebaran terlebih dulu pada Kamis 5 Desember 2002.
Empat tahun berselang atau tahun 2006, Muhammadiyah dan pemerintah kembali berbeda mengenai penentuan perayaan Lebaran. Muhammadiyah lebih dulu merayakan Idul Fitri pada 23 Oktober 2006. Sementara pemerintah menetapkan pada 24 Oktober.
Setahun berselang atau 2007, pemerintah dan Muhammadiyah lagi-lagi berbeda menetapkan Hari Raya Idul Fitri. Muhammadiyah merayakannya terlebih dulu pada 12 Oktober. Sehari kemudian pemerintah melaksanakan Lebaran.
Perbedaan tanggal Lebaran kembali terjadi pada tahun 2011. Muhammadiyah merayakan Idul Fitri terlebih dulu pada 30 Agustus. Sementara pemerintah baru menetapkan lebaran jatuh pada 31 Agustus.
Perbedaan ini merupakan hal yang tidak dapat dihindari karena perbedaan kriteria dalam metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) bulan baru Kamariah. Muhammadiyah menggunakan kriteria Wujudul Hilal yakni Matahari terbenam lebih dahulu daripada bulan walaupun hanya berjarak satu menit atau kurang.
Sementara pemerintah Indonesia kini memakai kriteria Imkan Rukyat (visibilitas hilal) dengan kriteria MABIMS yakni tinggi minimal hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat yang disingkat (3-6,4).(*)