KETIK, LABUHAN BATU – Tahapan Pilkada tahun 2024 memasuki jadwal penerimaan pendaftaran pasangan calon (Paslon) dimulai tanggal 27 hingga 29 Agustus 2024.
Bau-bau politik para bakal calon, sudah kentara sejak beberapa bulan lalu khususnya di sosial media. Ada yang disodorkan, ada pula yang menyodorkan.
Sama halnya di Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumut. Terdapat beberapa nama digadang-gadang akan berpasangan, walau kala itu belum diketahui maju jalur usungan kursi atau suara sah.
Suasana di kabupaten yang dimekarkan menjadi tiga sejak tahun 2008 silam itu, kian sengit. Bahkan beberapa akun di sosial media, malah sudah terkesan saling serang.
Apalagi, terdapat warga yang dipastikan akan berbeda dukungan pasangan calon kali ini, berasal dari 'satu perahu' yang sama saat Pilkada periode sebelumnya.
Lantas, apakah situasi yang terbilang telah saling ejek dan cemooh itu, dapat diterima. Jawabannya so pasti tidak, jika tujuannya untuk Kabupaten Labuhanbatu membaik.
Kabupaten Labuhanbatu sendiri dapat dikatakan memiliki track record sedikit menyedihkan. Sebab, dua periode terakhir, bupatinya ditangkap KPK berturut-turut.
Mungkin, ada pihak ingin mengambil keuntungan dalam konteks dukung-mendukung. Namun, sebaiknya tidak pula melewatkan niat membangun agar masyarakat sejahtera.
Berangkat dari sana, mungkin ada beberapa fase patut dijadikan dasar dalam hal pilih memilih calon pemimpin atau dapat dikatakan rujukan berpikir agar Pilkada 2024 juga berjalan damai.
Misalnya, menurut Yos Batu-bara seorang aktivis mahasiswa dan kehidupan sosial yang dahulunya pernah memimpin serikat mahasiswa miskin (Semakin), ada beberapa hal yang layak kita pahami.
Pertama, masalah politik uang akan terus mewarnai kancah perpolitikan. Biasanya, dikaitkan dengan suap-menyuap bertujuan memenangkan salah satu kandidat.
Jika dilihat secara luas, money politics dapat dihubungkan dengan pelanggaran menyangkut dana di dalam konteks politik, termasuk kepartaian dan pemilihan.
Menurutnya, dalih kemiskinan dimanfaatkan sebagai peluang guna mendapatkan kekuasaan dan malah bukan untuk demokrasi.
"Melainkan untuk menumpuk kekayaan melalui proyek APBN dan APBD sebagai rezeki tahunan dan senang dipanggil bapak bupati atau walikota," ujar Yos dihubungi Selasa, 27 Agustus 2024.
Atas dasar itu, Pemilu maupun Pilkada bukan lagi menjadi pesta demokrasi, melainkan sebuah pasar transaksi untuk jual beli suara secara gelap.
Dengan adanya praktik money politics, maka kandidat membutuhkan modal besar. Ketika menjadi kepala daerah, maka harus mengembalikan ongkos politik yang dikeluarkannya dalam pemilihan.
Pria yang juga mengenyam sebagai pemerhati Pemilu yakni Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Labuhanbatu Raya itu melanjutkan, praktik politik uang dampak dari pemilihan langsung.
Padahal, tujuan utama pemilihan secara langsung pada awalnya untuk mengetahui rekam jejak calon agar masyarakat tidak terkesan membeli kucing dalam karung.
"Yang perlu itu, kepada semuanya tidaklah perlu melakukan kampanye negatif. Toh, jika nanti akhirnya masyarakat juga akan terlibat dalam praktik money politics," pesan Yos Batubara.
Pesan serupa pun disampaikan Nelson Binhari Manalu warga Rantauprapat, Kabupaten Labuhanbatu. Amatan, beberapa pekan belakangan, dia kerap memantau perkembangan Pilkada.
Screenshot postingan akun Facebook Namaku Binhari yang berisikan pesan terkait Pilkada Labuhanbatu. (Foto: Joko/Ketik.co.id)
Teranyar, menyadur postingan pada akun facebooknya Namaku Binhari miliknya, Selasa, 27 Agustus 2024, Nelson menulis perlunya melihat rekam jejak untuk sebuah pertimbangan.
Berikut kutipannya, 'Rekam Jejak tiap Pasangan Calon dapat kita lihat dan rasakan, khususnya kita masyarakat Labuhanbatu yang mengikuti perkembangan Pemilu ke Pemilu khususnya 10 Tahun Terakhir'.
Selanjutnya, 'Tak sulit rasanya memberikan penilaian kepada 6 orang yang katanya "Putra/Putri Terbaik'" Labuhanbatu yang akan mengikuti Kontestasi Pilkada Labuhanbatu 2024'.
'Ada baiknya Tim Sukses setiap Pasangan menampilkan Rekam Jejak Calonnya khususnya prestasi yang telah dilakukan dimasa sebelum mencalonkn diri'.
Selain itu, 'Tapi apa hendak dikata, justru yang terjadi Tim Sukses saling menjatuhkan, dan tidak memberikan pembelajaran yang positif bagi masyarakat'.
'Media Sosial yang seharusnya menjadi panggung penyampaian ide dan gagasan berubah menjadi media saling ejek dan menjatuhkan'.
'Tetapi sebaik baiknya rekam jejak calon kembali ke masyarakat pemilih masihkah mengutamakan uang/serangan fajar untuk menentukan pilihan?'.
'Kalau masih uang yang menjadi patokan menentukan pilihan, kita tidak boleh berharap banyak untuk masa depan Labuhanbatu'.
'Apa yang Sedang Terjadi Hari ini?'
'Tim Sukses tiap Calon lagi sibuk-sibuknya mengumpulkan KTP/KK. Besar kemungkinan KTP/KK yang dikumpulkan TS melebihi DPT yang ada'.
'Akhirnya REKAM JEJAK tidak menjadi Penilaian menentukan pilihan, Semua Paslon akan membayar sebanyak banyak pemilih dengan nilai yang kalau di akumulasikan bisa mencapai 100 Milyard Rupiah'.
'Kalaulah in benar terjadi kemungkinan besar KPK JILID 3 Bakal terjadi lagi di Labuhanbatu'. Demikian isi pesan Facebook Namaku Binhari yang dikutip. (*)