KETIK, PACITAN – Kisah menyayat hati datang dari Katenen, warga miskin asal RT 01 RW 04 Dusun Tosono, Desa Ketepung, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan yang hidupnya bertopang dari uluran tangan tetangga.
Pria tua yang berusia 68 tahun itu hidup dalam kemiskinan dan sakit. Ia harus berjuang sendirian untuk bertahan hidup karena belum menikah.
Katenen menderita ganguan prostat semenjak kepulanganya dari perantauan sekitar lima tahun lalu. Menuntutnya berhenti dari aktivitas berat.
Tubuh yang renta karena sakit membuat asanya kian terpuruk, jangankan penghasilan bekerja saja sudah tidak mampu. Untuk makan sehari-hari dia hanya mengandalkan dari belas kasihan warga sekitar.
Saat disambangi Ketik.co.id di kediamannya, Katenen tampak menahan perih dan kesulitan saat berjalan. Rupanya, sakit itu timbul dari sayatan diarea perut selepas operasi prostat di RSUD Darsono Pacitan sekitar beberapa bulan lalu.
Dari balik celananya, tampak sebuah slang yang terpasang, untuk membantunya melakukan buang air kecil. Membuat dirinya tak bisa berbuat banyak meskipun hanya sekadar melakukan aktivitas rumah.
Dua ekor sapi hasil jerih payah semasa bekerja usia muda, terpaksa harus dijual untuk membiayai operasi dan pengobatan.
Hunian Katenen dari belakang, yang nampak rentan ambruk. (Foto: Al Ahmadi/Ketik.co.id)
Lebih ironisnya lagi, sanak saudaranya makin menjauh. Hidup pahit Katenen ini seolah menjadi beban bagi kerabat yang mungkin juga masih mengalami nasib serupa.
"Hanya tinggal punya ayam. Kemarin untuk kontrol saya jual Rp50 ribu untuk membayar obat," katanya kepada Ketik.co.id, Kamis, (21/12/2023).
Selain sakit yang diderita, dia juga hidup di dalam rumah yang begitu sempit berukuran 4x6 meter persegi. Itupun hasil diperbantukan oleh warga RT setempat secara swadaya.
"Ini rumah dibelikan RT karena yang punya sudah pindah. Dibeli sekitar Rp3 jutaan rupiah pas waktu itu," sambungnya.
Nyaris tidak bisa dibedakan, antara dapur dan ruangan inti, seisi penutup rumah terbuat dari triplek, kayu, dan kalsibot. Bagian belakang rumah, dibangun dengan bahan seadanya pun nampak lapuk dan nyaris ambruk.
"Kalau ada pihak yang dapat membantu. Matur nuwun sanget," pintanya sambil menahan isak tangis pilu.
Upaya Untuk Meringankan Nasib Katenen
Katenen mengaku, sampai saat ini dirinya belum tersentuh sama sekali adanya bantuan sosial dari pemerintah.
Hal ini disebabkan karena ia belum terdaftar dalam data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial).
Menurut tetangga jauh Katenen, Gatot Subroto (29), untuk mencukupi kebutuhan hidup, Katenen dibantu oleh lingkungan sekitar.
Bantuan tersebut tidak mesti dari satu orang, tetapi bisa dari siapa saja yang merasa iba. "Sebatangkara, untuk mencukupi kebutuhan hidup dibantu dari lingkungan. Tidak mesti siapa yang memberi," kata Gatot Subroto (28), Kamis, (21/12/2023).
Gatot mengungkapkan, Katenen sudah 5 tahun tinggal di Pacitan, namun belum pernah mendapatkan bantuan sosial maupun jaminan kesehatan dari pemerintah. Bahkan, untuk biaya pengobatan saja, Katenen masih harus menanggung sendiri.
"Jadi, terkait bantuan itu belum tersentuh sama sekali dari pemerintah. Soalnya awal balik ke Pacitan, Kartu Keluarga (KK)-nya masih berdomisili di Kalimantan. Nah, setelah pulang dan sakit, baru mengurus pindah," ungkap Gatot.
"Seperti bantuan PKH, BPNT, BSP itu belum sama sekali. Kalau bisa ya diawal tahun ini baru bisa diusulkan karena baru dibuka data DTKS-nya," imbuhnya.
Warga setempat berharap ada upaya dan perhatian lebih lanjut dari pemerintah terhadap Katenen yang kian berusia senja agar ia dapat hidup dengan lebih sejahtera. "Ya, harapannya ada perhatian, supaya dibantu," tandasnya.
Dengan kisah ini, kita diingatkan akan pentingnya solidaritas dan bantuan sosial dalam mendukung mereka yang berjuang melawan kemiskinan di tengah masyarakat yang semakin maju.
Semoga kisah Katenen, warga miskin di Desa Ketepung, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan tersebut membuka mata semua pihak terhadap realitas sosial yang masih memerlukan perhatian. (*)