KETIK, MALANG – Hidup diantara enam agama resmi yang diakui pemerintah, tak menghalangi kebebasan hidup para Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Salah satunya Penghayat Kerohanian Sapta Darma yang memegang misi untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia maupun alam langgeng.
Kisah tersebut datang dari Budi Basuki, seorang Tuntunan atau pemuka di Kerohanian Sapta Darma Malang. Hidup sebagai minoritas tak menyulutkan semangat dalam menyebarkan misi itu.
"Inti utamanya memayu hayu bagyo bawono, liripun ambudidoyo supados gesanging umat manungsa saget bahagyo ing dunyo saha ing alam langgeng. Jadi untuk menciptakan kebahagiaan di dunia maupun di alam langgeng," ujar Budi, Sabtu (17/8/2024).
Untuk melanjutkan ajaran yang dipercayai, anak-anak dilatih sujud manembah setiap harinya. Meski penghayat Kerohanian Sapta Darma di Malang mengalami pasang surut namun ia masih menemukan masyarakat yang masih mau belajar ajaran Sapta Darma.
"Kita gak boleh memaksa. Tapi sejak kecil anak-anak kita ajarkan sujud manembah untuk mengenal kepada Sang Pencipta. Itu dari tingkat ke tingkat, ada sujud raga, rasa, dan cahaya," tambahnya.
Dalam sujud manembah dilakukan agar penghayat lebih mengenal diri dan Tuhan yang Maha Esa. Terlebih dalam Sapta Darma terdapat ajaran inti yakni Wewarah Pitu atau tujuh arahan.
Dalam Wewarah Pitu juga ditegaskan hubungan terhadap negara, yakni melu cawe-cawe acancut tali wanda anjaga adeging nusa lan bangsane. Atau turut serta menyingsingkan lengan baju, menegakkan berdirinya nusa dan bangsanya.
"Kami yang pertama hubungan kepada sang pencipta secara vertikal, hubungan horizontal ke masyarakat dan negara. Kami berikan pelajaran, negara kita negara hukum. Jangan sampai mengenal hukum Tuhan tapi tidak mengenal hukum negara atau masyarakat adat," tambahnya.
Budi merasa bersyukur sebab dalam beribadah pun mereka tidak menemukan hambatan. Bahkan tak jarang terdapat kegiatan lintas iman untuk saling memahami.
"Kami diundang ke Pondok Pesantren, Vihara, Pura, Klenteng, jadi saling mengenal. Saya mempelajari apa yang ada di dalamnya. Ternyata semua ajaran Ketuhanan yang Maha Esa itu mengajarkan kasih," tambahnya.
Biasanya para penghayat memiliki agenda rutin untuk beribadah di masing-masing sanggar. Sanggar tersebar di beberapa lokasi, seperti Sanggar Candi Busana di Arjosari, Simpang Panji Suroso, dan lainnya.
Perlu diketahui bahwa ajaran teesebut diturunkan setelah terjadi Perang Dunia II. Saat ini terjadi kemerosotan moral manusia, mulai dari pembantaian, bom atom, dan lainnya.
"Maka setelah merdeka, Yang Maha Kuasa menurunkan ajaran manembah sujud di Kediri. Itu asalnya di kediri, ini manusia mengenal Tuhannya harus melihat ke diri pribadi," tutupnya. (*)