KETIK, SIDOARJO – Ukuran kesalehan manusia bukanlah seberapa hebat dia beribadah semata. Rasulullah SAW lebih melihat kemanfaatan seorang umatnya kepada umat dan masyarakat. KH Ali Maschan Moesa menekankan pentingnya memiliki kesalehan sosial.
Takbir berkumandang merdu dari Masjid Agung Sidoarjo (MAS). Ribuan jemaah telah memenuhi area masjid pada Kamis pagi (29/6/2023). Sekitar pukul 06.10, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali (Gus Muhdlor) keluar dari Pendapa Delta Wibawa bersama KH Ali Maschan Moesa.
Rombongan ulama dan umara itu disertai beberapa pejabat lain. Ada Dandim Sidoarjo Letkol Inf. Guntung Dwi Prasetyo, Wakil Ketua DPRD Dr Emir Firdaus, Sekda Andjar Surjadianto, Asisten 1 (Pemerintahan) Ainur Rahman, dan lain-lain.
Hj Sa’adah Ahmad Muhdlor (Ning Sasha) dan barisan jemaah perempuan menyertai dari belakang. Berjalan di antara ribuan jemaah yang datang bergelombang menuju masjid jami’. Dari arah Jalan Sultan Agung, lewat depan gedung DPRD Sidoarjo.
Bupati Ahmad Muchdlor Ali menyimak khotbah KH Ali Maschan Moesa tentang pentingnya kesalehan sosial bagi seorang muslim. (Foto: Kominfo Sidoarjo)
Gus Muhdlor mengenakan jas hitam, baju koko putih, sarung, dan peci. Tersenyum saat para jemaah melihatnya berjalan bersama rombongan. Ada yang membalas senyum. Ada pula yang mengangguk tanda ramah.
Sampai di pintu utara, Gus Mudhlor dan KH Ali Maschan disambut para takmir masjid jami’. Di antaranya, Ketua Takmir H Nadhim Amir yang menyambut dengan pelukan hangat. Mereka kemudian naik travelator menuju tempat salat di lantai II.
Dalam masjid sudah penuh. Sekitar 4 ribu jemaah menunggu salat Id dimulai sekira pukul 06.30. Luberan jemaah sampai ke jalan raya, parkiran, dan alun-alun. Orang dewasa, remaja, hingga anak-anak berbaur. Menunaikan salat id berjamaah. Lalu, menyimak khutbah dengan tekun.
KH Ali Maschan dalam khotbahnya menyampaikan pentingnya peringatan Idul Adha sebagai salah satu bentuk konkret ibadah individual sekaligus kesalehan sosial. Kesalehan sosial merujuk pada perilaku sangat peduli orang-orang dengan nilai-nilai Islami yang bersifat sosial.
Apa bentuk nyata kesalehan sosial itu? Kiai Maschan menyebutkan, antara lain, sikap santun kepada orang lain, suka menolong, sangat konsen pada masalah-masalah umat, serta memperhatikan dan menghargai hak sesama. Selain itu, mampu berempati dan berpikir berdasar perspektif orang lain. Merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Kesalehan sosial tidak cuma ditandai dengan rukuk dan sujud, puasa, haji, tetapi juga seberapa besar seseorang memiliki kepekaan sosial dan berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya.
”Sehingga orang merasa nyaman, damai, dan tenteram berinteraksi, bekerja sama, dan bergaul dengannya,” tutur Prof Dr KH Ali Maschan yang juga guru besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya tersebut.
Kisah Nyata di Zaman Nabi
Kiai Maschan lantas mencontohkan satu kisah di zaman Nabi Muhammad SAW. Suatu ketika Rasulullah SAW mendengar berita tentang seorang yang rajin salat di malam hari. Puasa di siang hari. Namun, lidahnya kerap menyakiti tetangganya.
Apa komentar Nabi? Singkat saja, ”Ia di neraka.” Kisah itu memperlihatkan bahwa ibadah ritual belum cukup. Ibadah ritual mesti dibarengi dengan kesalehan sosial.
Kiai Maschan juga mencontohkan hadis yang berkisah tentang pujian seorang sahabat kepada sahabat lain. Sahabat itu dipuji-puji sebagai orang yang saleh. Namun, Nabi Muhammad SAW bertanya.
”Mengapa ia kau sebut sangat saleh?” kata Nabi.
”Setiap saya masuk masjid ini, dia sudah salat dengan khusyuk. Dan, setiap saya sudah pulang, dia masih saja khusyuk berdoa,” jawab sahabat itu.
”Lho, lalu siapa yang memberinya makan dan minum?” tanya Nabi lagi.
”Kakaknya,” sahut sahabat itu.
Nabi lantas berkata, ”Kakaknya itulah yang layak disebut saleh.” Sahabat itu pun terdiam.
Ukuran kesalehan, lanjut Kiai Maschan, tidak hanya dilihat dari ketaatan dan kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah ritual. Sebab, itu sifatnya hanya individual. Sebatas hubungan dengan Allah (hablum minallah).”Kesalehan juga dilihat dari manfaat seseorang dalam kehidupan bermasyarakat," tuturnya.
Kiai Maschan juga berpesan tentang pentingnya taat kepada pemerintah yang sah. Orang taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasulullah SAW, tetapi tidak patuh kepada pemerintah.”Itu tidak bisa,” tegasnya. (*)